by Ana Noviani Jibi Bisnis - Espos.id News - Senin, 26 Oktober 2015 - 15:30 WIB
Esposin, JAKARTA -- Pemerintah didorong untuk menetapkan sanksi berupa boikot terhadap produk perusahaan kehutanan dan perkebunan yang terbukti terlibat kasus pembakaran lahan dan hutan.
Kepala Greenpeace Indonesia, Longgena Ginting, mengatakan Indonesia sedang berada dalam status genting karena kebakaran yang terjadi dari Sumatera hingga Papua. Menurutnya, keputusan Presiden Jokowi untuk mengatasi kebakaran dengan melindungi hutan dan lahan gambut, serta menegakkan hukum, adalah langkah yang baik.
"Sekarang perusahaan-perusahaan minyak kelapa sawit dan bubur kertas, yang telah lebih dari satu dekade melakukan penghancuran hutan dan lahan gambut hingga menyebabkan kebakaran, harus mengatasi masalah ini," tegasnya dalam keterangan pers yang diterima Bisnis/JIBI, Senin (26/10/2015).
Perusahaan-perusahaan tersebut, lanjutnya, harus bekerja untuk mengatasi kebakaran secepatnya. Caranya dengan membangun sekat bakar untuk mengantisipasi kebakaran dan menutupi (tabat) kanal-kanal yang selama ini digunakan untuk mengeringkan lahan gambut.
”Harus ada kesepakatan mutlak apabila ada perusahaan yang mengancam lingkungan dengan membuka hutan dan gambut tidak akan dapat menjual yang telah mereka dihasilkan," imbuh Longgena.
Boikot terhadap produk perusahaan pembakar hutan telah ditempuh oleh pemerintah Singapura. Boikot tersebut didasarkan pada pencabutan label hijau atau produk ramah lingkungan untuk perusahaan Universal Sovereign Trading untuk investigasi terkait pembakaran hutan.
Perusahaan Universal Sovereign Trading adalah distributor tunggal produk-produk APP di Singapura. Pencabutan label itu dilakukan oleh Dewan Lingkungan Singapura (Singapore Environment Council/SEC).
Greenpeace Indonesia juga mendorong perusahaan perkebunan dan kehutanan itu untuk transparan dan mendukung implementasi kebijakan peta tunggal (one map policy). Dukungan tersebut, kata Longgena, dapat berupa pemutusan kontrak dengan konsesi supplier atau anak perusahaan yang terlibat kebakaran lahan dan hutan.
"Pemerintah seharusnya mengeluarkan peta yang sudah dimiliki dan menyebutkan serta mempermalukan perusahaan-perusahaan yang menolak untuk mengumumkan peta mereka sendiri," pungkasnya.