news
Langganan

HUBUNGAN PEMERINTAH-PARLEMEN : Sistem Presidensial Menjamin Parlemen dan Pemerintah Tidak Bisa Saling Menjatuhkan

by Jibi Solopos Antara  - Espos.id News  -  Senin, 13 Oktober 2014 - 09:50 WIB

ESPOS.ID - Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (kanan) menerangkan hasil rapat konsolidasi Koalisi Indonesia Hebat bersama calon presiden terpilih Joko Widodo (kedua dari kiri) dan calon wakil presiden terpilih Pilpres 2014 Jusuf Kalla (keempat dari kanan) dan didampingi pula Ketua Umum PKPI Sutiyoso (dari dari kiri), Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh, dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri setelah Rapat Konsolidasi Koalisi Indonesia Hebat di kediaman Megawati, Jl. Teuku Umar, Jakarta, Minggu (5/10/2014). Konsolidasi yang dihadiri tim transisi dan ketua umum partai pendukung Jokowi-JK tersebut di antaranya untuk membahas proses pemilihan pimpiman MPR agar dilakukan dengan cara musyawarah. (Abdullah Azzam/JIBI/Bisnis)

Kanalsemarang.com, SEMARANG - Parlemen dan pemerintah tidak bisa saling menjatuhkan sehingga tidak perlu khawatir ada pemakzulan terhadap presiden mendatang, kata politikus PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari.

Advertisement

Dalam sistem presidensial, kata Eva, ada prinsip keterpisahan kekuasaan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

"Ketiga lembaga tinggi negara itu tidak bisa saling menjatuhkan. Hal ini untuk mewujudkan prinsip check and balance yang menjadi syarat demokrasi," kata Eva, anggota Komisi III (Bidang Hukum) DPR RI periode 2009--2014, seperti dikutip Antara, Sabtu (11/10/2014).

Eva menegaskan, "Tidak ada dominasi kekuasaan satu atas lainnya seperti zaman Orde Baru. Pada era Orba, kekuasaan terkonsentrasi di eksekutif atau presiden. Hal ini jangan sampai terulang mistersentralisasi di parlemen, misalnya." Oleh karena itu, kata Eva, prinsip independensi hukum sebagai buah reformasi yang dijamin konstitusi harus dihormati dan ditaati.

Advertisement

Dengan demikian, lanjut Eva, kasus-kasus yang sudah ditangani pengadilan tidak boleh diintervensi parlemen, misalnya kasus pengadaan bus Transjakarta atau APBD Kota Surakarta.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, menurut Eva, bisa menggunakan hak angket, interpelasi, dan hak bertanya. Akan tetapi, atas suatu kasus yang definitif atau faktual sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

"Jadi, aneh, sesat pikir atas niat menghambat, menghalangi, bahkan meng-'impeach' Jokowi sebelum pelantikan presiden," kata Eva yang kini sebagai aktivis Pusat Kajian Trisakti atau disingkat Pusaka Trisakti.

Advertisement

Eva menegaskan bahwa pemahaman tentang kekuasaan dan wewenang antara parlemen dan presiden juga harus mengikuti undang-undang yang ada.

Menurut UUD 1945, kata Eva, presiden adalah kepala negara sekaligus pemerintahan sehingga sepantasnya presiden juga memiliki hak prerogatif, terutama untuk pembentukan pemerintahan.

Sebaliknya, lanjut dia, parlemen bersama Komisi Yudisial (KY) bisa menentukan hakim agung dan hakim konstitusi, atau bersama pemerintah (panitia seleksi) memilih komisioner-komisioner di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ombudsman Republik Indonesia (ORI), dan lembaga lainnya.

Advertisement
Sumadiyono - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif