by Haryono Wahyudiyanto - Espos.id News - Sabtu, 2 April 2022 - 16:48 WIB
Esposin, SOLO—Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah beberapa kali sering berbeda dalam penetapan awal Ramadan dan Lebaran. Ini dikarenakan perbedaan metode penentuan awal bulan komariah antara NU dan Muhammadiyah. Jika NU mengedepankan rukyatul hilal atau mengamati hilal sedangkan Muhammadiyah memakai perhitungan astronomi atau hisab.
Seperti tahun ini, NU dan Muhammadiyah berbeda dalam penetapan 1 Ramadan 1443 H. Muhammadiyah menggunakan metode hisab wujudul hilal menetapkan 2 April 2022 sebagai awal puasa, sedangkan NU memutuskan awal Ramadan tahun ini pada 3 April 2022 sama dengan hasil sidang isbat Kementerian Agama (Kemenag).
Kemenag menetapkan awal Ramadan 1443 H pada 3 April 2022 berdasarkan hasil rukyatul hilal pada 101 titik di 34 provinsi. Perukyat di seluruh Indonesia melaporkan tidak dapat melihat hilal.
Baca Juga: Beda Awal Puasa, Ini Pesan Ramadan 1443 H Ketum PBNU dan Muhammadiyah
Baca Juga: Beda Awal Puasa, Ini Pesan Ramadan 1443 H Ketum PBNU dan Muhammadiyah
Namun bukan hanya perbedaan metode penentuan awal bulan komariah yang membedakan NU dan Muhammadiyah. Berikut ini perbedaan antara kedua ormas Islam terbesar di Indonesia tersebut.
NU yang pernah menjadi partai politik memiliki anggota berkisar 40 juta (2013) hingga lebih dari 108 juta (2019) yang menjadikannya sebagai organisasi Islam terbesar di dunia.
NU menganut paham Ahlussunah wal Jama'ah, yaitu sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara Nash (Al-Qur'an dan Hadis) dengan Akal (Ijma' dan Qiyas). Oleh sebab itu sumber hukum Islam bagi warga NU tidak hanya Al-Qur'an, dan As Sunnah saja, melainkan juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empiris.
Maka, di dalam persoalan aqidah, NU merujuk kepada Imam Abul Hasan Al Asy'ari, sedangkan dalam persoalan fikih, NU merujuk kepada Imam Syafi'i, dan dalam bidang tasawuf, NU merujuk kepada Imam Al Ghazali.
Baca Juga: Pemerintah Putuskan 1 Ramadan 1443 H Jatuh Hari Minggu
Ada beberapa motif yang melatarbelakangi berdirinya gerakan ini seperti dikutip dari muhammadiyah.or.id. Di antara adalah keterbelakangan masyarakat muslim dan penetrasi agama Kristen. Ahmad Dahlan, yang banyak dipengaruhi oleh reformis Mesir Muhammad Abduh, menganggap modernisasi dan pemurnian agama dari praktik sinkretis sangat vital dalam reformasi agama ini. Pada tahun 2008, Muhammadiyah dianggap sebagai organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia dengan 29 juta anggota.
Ciri yang melekat pada Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai gerakan tajdid atau gerakan reformasi. Muhammadiyah sejak semula menempatkan diri sebagai salah satu organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran Agama Islam sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Assunah, sekaligus membersihkan berbagai amalan umat yang terang-trangan menyimpang dari ajaran Islam, baik berupa khurafat, syirik, maupun bid’ah lewat gerakan dakwah.
Selain gerakan pemurnian agama, Muhammadiyah identik dengan pembangunan sekolah Islam modern, berbeda dari pesantren tradisional. Beberapa sekolahnya juga terbuka untuk non-muslim. Pada 2006 ada sekitar 5.754 sekolah milik Muhammadiyah. Muhammadiyah juga berfungsi sebagai organisasi amal yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Pada 2016, memiliki beberapa ratusan klinik dan rumah sakit nirlaba di seluruh Indonesia. Muhammadiyah juga aktif dalam tugas-tugas sukarelawan dan kebencanaan dengan keberadaan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC).
Baca Juga: Hasil Sidang Isbat, Ini Awal Ramadan 1440 H yang Ditetapkan Pemerintah