news
Langganan

Rugikan Negara Rp319 Miliar, Begini Kronologi Dugaan Korupsi APD Covid-19

by Dany Saputra  - Espos.id News  -  Minggu, 6 Oktober 2024 - 17:05 WIB

ESPOS.ID - Ilustrasi APD Covid-19 (freepik.com)

Esposin, JAKARTA -- Kasus dugaan korupsi APD Covid-19 yang merugikan negara sebesar Rp319 miliar terungkap. Kasus itu bermula ketika pemerintah berupaya untuk memenuhi kebutuhan APD saat awal pandemi Covid-19 sekitar empat tahun lalu. 

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Kamis (3/10/2024) mengatakan, pengadaan dilakukan dengan turut melibatkan aparat seperti TNI dan Polri. Bahkan, APD itu langsung diambil oleh TNI dari Kawasan Berikat berdasarkan instruksi Kepala BNBP yang saat itu memimpin Gugus Tugas Covid-19. Dia tidak lain dari Letjen TNI Doni Monardo, yang kini sudah meninggal dunia.  

Advertisement

APD lalu diambil aparat pada 21 Maret 2020 untuk disebar ke-10 provinsi. Namun, pengambilan dilakukan tanpa kelengkapan dokumentasi, bukti pendukung, serta surat pemesananan. Menurut Asep, inti permasalahan dalam kasus tersebut adalah perbedaan harga yang cukup lebar. 

Awalnya, APD untuk Kemenkes hanya dipasok langsung oleh PT PPM. Perusahaan milik Ahmad Taufik itu merupakan perusahaan yang ditunjuk sebagai distributor utama oleh para produsen APD. Salah satunya yakni oleh Direktur Utama PT Yoon Shin Jaya Shin Dong Keun. 

Advertisement

Awalnya, APD untuk Kemenkes hanya dipasok langsung oleh PT PPM. Perusahaan milik Ahmad Taufik itu merupakan perusahaan yang ditunjuk sebagai distributor utama oleh para produsen APD. Salah satunya yakni oleh Direktur Utama PT Yoon Shin Jaya Shin Dong Keun. 

Pada saat itu, Kemenkes membeli 10.000 set APD dari PT PPM dengan harga hanya Rp379.500 per set. Namun, setelahnya Shin Dong Keun turut menandatangani kontrak kesepakatan dengan Direktur Utama PT EKI Satrio Wibowo untuk menjadi authorized seller. Kontraknya yakni sebanyak 500.000 set APD dengan harga dinamis atau tergantung nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat pemesanan.  

PT PPM dan PT EKI lalu memutuskan untuk menandatangani kontrak kerja sama distribusi. PT PPM mendapatkan margin keuntungan 18,5%. Adapun, penawaran harga APD melonjak dari Rp379.500 per set menjadi US$60 atau hampir mendekati Rp1 juta per set. 

Advertisement

Harga itu pun tetap hampir dua kali lipat yang dibayar oleh Kemenkes ke PT PPM awalnya yakni Rp379.500 per set. 

"Jadi ini sangat jauh perbedaan harganya antara yang dibeli oleh Kemenkes kemenkes sebesar Rp370.000 per set, dengan yang diadakan oleh KPA. Itu saudara HM [Harmensyah] dengan saudara SW [Satrio]," jelas Asep. 

Di sisi lain, PT PPM juga akan menagih 170.000 set APD gelombang pertama yang telah didistribusikan oleh TNI sebelumnya dengan harga sekitar Rp700.000 per set. Tidak hanya itu, Satrio juga diduga menghubungi Kepala BNPB Doni Monardo untuk segera menyelesaikan pembayaran 170.000 set APD yang diambil TNI. Dia juga meminta agar diberikan SPK dari BNPB agar sesuai dengan pengamanan raw material dari Korea Selatan.  

Advertisement

Pada 25 Maret 2020, PT EKI dan perusahaan Shin Dong Keun merealisasikan kontrak mereka dengan pemesanan 500.000 set APD. Pemesanan dilakukan dengan menyerahkan giro Rp113 miliar bertanggal 30 Maret 2020.  Akan tetapi, pemesanan menggunakan dokumen kepabeanan PT PPM karena PT EKI tidak memiliki izin penyaluran alat kesehatan, gudang serta bukan perusahaan kena pajak (PKP).  

"Itu salah satunya menjadi hal yang kami telusuri soal kepemilikan izin dan lain-lain," kata Asep. 

KPK mencatat, ada dua kali pembayaran dari negara kepada PT PPM. Pertama, Rp10 miliar ketika belum ada kontrak atau surat pesanan. Kedua, Rp109 miliar yang diserahkan oleh Pusat Krisis Kesehatan.  

Advertisement

Setelah itu, pada 28 Maret 2020, Budi Sylvana ditunjuk sebagai PPK dari Kemenkes menggantikan Eri Gunawan menggunakan surat bertanggal backdate sehari. Pada kesempatan yang sama, surat pesanan APD dari Kemenkes diterbitkan untuk sebanyak 5 juta set dengan harga US$48,4 per set. 

Surat itu diteken oleh Budi, Taufik dan Satrio. Namun, KPK menyebut surat itu tidak mencantumkan spesifikasi pekerjaan, waktu pelaksanaan, pembayaran, serta hak dan kewajiban para pihak. Tidak hanya itu, surat yang hanya ditujukan kepada PT PPM juga ikut ditandatangani oleh PT EKI.  

Adapun Kemenkes mencatat telah menerima 3.140.200 set APD PT PPM dari total 5.000.000 set yang dipesan sampai dengan 18 Mei 2020. Dari waktu pemesanan sampai dengan saat itu, telah dilakukan negosiasi antara Kemenkes dengan PT PPM untuk menurunkan harga. 

Kedua pihak menyepakati negosiasi yakni 503.500 set APD yang dikirim dari periode 27 Apil sampai dengan 7 Mei 2020 dihargai sebesar Rp366.850 per set. Setelahnya, satu set APD akan dihargai Rp294.000.  Asep menuturkan, hasil audit final yang dilakukan BPKP menunjukkan adanya kerugian negara yang timbul akibat pengadaan APD itu senilai Rp319 miliar. 

Dia memastikan penyidik bakal menelusuri lebih jauh ke mana saja aliran uang tersebut.  Pria yang pernah menjabat sebagai Kapolres Cianjur itu menuturkan, aliran dana korupsi tidak harus dinikmati oleh pribadi apabila mengacu pada UU Tipikor. Unsur memperkaya diri itu bisa juga menyasar kepada orang lain maupun korporasi.  

"Yang tadi sudah di-state saa ahli kerugian negara sekitar Rp319 miliar. Ini kan tentu tidak diam di tiga orang [tersangka] ini," pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul "Terungkap! Kronologi Kerugian Negara Rp319 Miliar di Kasus APD Covid-19"

Advertisement
Chelin Indra Sushmita - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif