by Wisnu Wage Reza Firmansyah Jibi Bisnis - Espos.id News - Senin, 8 Februari 2016 - 15:00 WIB
Esposin, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mempertanyakan manfaat proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bagi ekonomi Jawa Barat. Hal ini kontras dengan rencana proyek pembangunan Pelabuhan Cilamaya yang justru dibatalkan. Kereta cepat dinilai hanya akan menjadi transportasi bagi orang kaya.
Dilihat dari efek terhadap lingkungan, Walhi memperkirakan Transit Oriented Development (TOD) di Karawang juga bakal ada alih fungsi seluas 40.000 hektare, di Kota Baru 20.000 hektare, dan Tegalluar 5.000 hektare. Beban lingkungan ke depan akan semakin besar.
"Walhi sepakat ini harus dibatalkan sebelum proses-proses, sebelum ada konflik. Kalau memang demikian, berarti presiden telah langgar etika, KCIC langgar prosedur," kata Ketua Kaukus Lingkungan Hidup Jawa Barat yang juga Ketua Walhi Dadan Ramdan, seusai Diskusi Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Jumat (6/2/2016) malam. Di tempat yang sama, Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Rofiek Natahadibrata menilai gugatan dan penolakan proyek ini tetap harus melahirkan kajian alternatif terlebih dahulu. Pihaknya mengaku tidak tahu site planning Jabar terkait kereta cepat seperti apa. Namun pihaknya mengaku turut mempertanyakan proyek yang dinilai tergesa-gesa ini. Menurutnya jika niat proyek ini ingin mengurangi beban jalan tol, kenapa tidak mengalihkan beban truk dan kontainer ke rel kereta. “Kenapa tidak revitalisasi rel sehingga beban kontainer dan truk bisa dialihkan,” ujarnya. Selain itu jika ingin mengembangkan ekonomi Jabar, pihaknya mempertanyakan pembatalan rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya di Karawang. Menurutnya, keputusan pembatalan ini aneh, namun tak banyak pihak yang memprotes. Imbas pembatalan Cilamaya, menurutnya, banyak pembangunan yang dibatalkan dan merugikan pengusaha yang sudah berinvestasi.
”Kesimpulannya kereta cepat itu memindahkan orang kaya yang mau liburan ke Bandung. Padahal bukan kebutuhan yang mendesak,” katanya.
Sosiolog Unpad Budi Rajab menilai alih fungsi proyek tersebut akan berdampak pada sistem pertanian. Selain itu buruh dan petani gurem akan terkena besar dampaknya. “Petani gurem dan buruh tani di Bandung Barat, Purwakarta, akan berat,” katanya.