by Newswire - Espos.id News - Rabu, 13 Oktober 2021 - 07:47 WIB
Esposin, JAKARTA — Pengamat menilai suhu politik di internal PDIP yang rawan memicu perpecahan partai merupakan dampak dari demokrasi terpimpin ala Megawati Soekarnoputri.
Suhu memanas itu bermula setelah muncul istilah celeng teruntuk kader PDIP yang mendukung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai calon presiden 2024.
Istilah itu muncul dari Ketua DPD PDIP Jateng, Bambang Wuryanto yang langsung disambut kader yang ditunjuk.
Para kader PDIP itu membuat logo celeng bertaring panjang dan menamainya sebagai Barisan Celeng Berjuang.
Para kader PDIP itu membuat logo celeng bertaring panjang dan menamainya sebagai Barisan Celeng Berjuang.
Umam menilai PDIP perlu menyerap masukan yang disampaikan kader.
Baca Juga: Barisan Celeng Berjuang Bisa Bawa Ganjar Maju Pilpres? Ini Kata Pakar
Demokrasi terpimpin yang dimaksud Umam ialah tak dibukanya masukan dari kader.
Baca Juga: Ketua DPC PDIP Kebumen Sebut Deklarasi Ganjar Capres Terkesan Memaksa
Kader PDIP dipaksa untuk mengikuti keputusan elite, kata Umam, justru akan menimbulkan perpecahan.
"Tidak dibukanya ruang kebebasan berpendapat, di mana kader dipaksa tunduk pada keputusan elite, berpotensi menciptakan friksi yang tidak produktif," ujarnya.
Sehingga perbedaan sikap kader dapat ditampung untuk ditimbang dalam mengambil keputusan.
"Karena itu, organisasi partai perlu mengembalikan watak demokratisnya untuk mengkanalisasi perbedaan pandangan dan sikap politik dalam sistem pengambilan keputusan di dalamnya," ucapnya.
Lantas, apakah perlu PDIP memberikan sanksi terhadap kader yang menyuarakan Celeng Berjuang?
Umam melihat ada dua sisi yang bisa dilakukan PDIP.
"Tergantung. Kalau mau mempertahankan model demokrasi terpimpin ya sanksi akan digunakan sebagai instrumen penegakan disiplin. Tapi mau demokratis, sanksi tidak perlu digunakan," imbuhnya.