JOGJA -Peneliti Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Najib Azca, berpandangan, munculnya pesan berantai yang menganggap Kopassus sebagai kesatria adalah hal yang berbahaya karena menggambarkan bentuk toleransi terhadap kekerasan.
"Dukungan terhadap pelaku penembakan termasuk menghalalkan atau menjadi pembenaran tindakan premanisme," kata dia kepada Tempo. Ia mengatakan, premanisme tidak bisa diselesaikan menggunakan cara premanisme, seperti penembakan. Alasannya, cara itu justru akan mereproduksi kekerasan di masyarakat. "Semua bentuk kekerasan itu harus diselesaikan melalui mekanisme hukum. Jika tidak, akan menimbulkan tindakan-tindakan premanisme," katanya.
Menurut dia, dukungan terhadap pelaku penembakan yang muncul melalui pesan berantai bisa jadi sebagai bentuk keresahan masyarakat terhadap maraknya premanisme. Mereka kecewa karena polisi gagal memberikan jaminan rasa aman di ruang-ruang publik, seperti kafe dan tempat parkir. "Ini bisa menjadi kritik masyarakat terhadap polisi sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan persoalan-persoalan keamanan," katanya.
Najib Azca menambahkan, masyarakat perlu kritis menyikapi kasus penembakan di LP Cebongan. Peristiwa yang melatarbelakangi perkelahian di Hugo's Cafe perlu dilihat. "Tentu harus dilihat apakah ini ada kaitannya juga dengan persaingan antarpreman sebelumnya," katanya.
Simak berita terkait: http://digital.espos.id/file/08042013/