by Yesaya Wisnu - Espos.id News - Jumat, 7 Januari 2022 - 13:19 WIB
Esposin, CILACAP — Pulau Nusakambangan yang berlokasi di sebelah selatan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah adalah tempat penampungan bagi tahanan atau narapidana (napi) kelas kakap dengan maksimal vonis hukuman mati. Salah satunya adalah Freddy Budiman, seorang gembong narkoba yang telah dieksekusi pada 2016 silam.
Namun hukuman tersebut tidak membuat dia jera. Pada 2011, dia kembali berurusan dengan kepolisian karena memiliki ratusan gram sabu-sabu dan bahan pembuat ekstasi. Akibatnya dia dijerat hukuman selama 18 tahun di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang.
Tidak kapok di penjara, Freddy Budiman tetap menjalankan bisnis haramnya dari balik jeruji besi. Dia ketahuan mengimpor 1,4 juta butir ekstaksi dari Tiongkok. Pada 2014, dia membuat pengakuan meminta bantuan polisi, BNN, dan Bea Cukai untuk memasukan narkoba ke Indonesia. Dengan selisih harga sabu-sabu yang sangat besar, dia mampu menyuap berbagai pihak.
Baca Juga: Kapolda & Wakapolda Jateng Terima Penghargaan dari KLHK, Karena Ini
Atas pengakuannya tersebut, pihak Pengadilan Negeri Jakarta menjatuhkan hukuman mati bagi Freddy Budiman pada 15 Juli 2013. Dia kemudian dibawa ke LP Nusakambangan yang dikenal sebagai Alcatraz-nya Indonesia. Selama tiga tahun, dia menghabiskan hidupnya dalam kegiatan keagamaan sambil menanti jadwal eksekusinya.
Dilansir dari kejari.jakbar.go.id, Freddy saat itu mengaku siap dieksekusi atas perbuatannya. Dia mengajukan satu permintaan, yaitu setelah dieksekusi mati ingin dikuburkan di kampung halamannya di Surabaya, Jawa Timur.
Sebelum eksekusi berlangsung, dia juga sudah dipertemukan dengan keluarganya yang terdiri dari sang ibu, kakak dan anaknya. Dia juga meminta maaf kepada berbagai pihak, sepertti jaksa agung, Presiden Joko Widodo, Kapolri, BNN dan terkhusus masyarakat Indonesia atas perbuatannya yang meresahkan.
Baca Juga: Seperti Apa Sih Kegiatan di Penjara Nusakambangan? Yuk Intip!
Ekseskusi Mati
Freddy Budiman dieksekusi mati pada 29 Juli 2016 di Lapangan Tunggal Panaluan, Pulau Nusakambangan. Eksekusinya dilakukan oleh regu tembak Brimob. Ia adalah terpidana mati pertama yang dieksekusi selain 13 terpidana mati lainnya setelah permohonan Peninjauan Kembali (PK) ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).
Saat ditembak mati oleh eksekutor, dia meninggal dengan keadaan wajah yang tersenyum dan jenazahnya terasa ringan. Saat akan ditembak, dia meneriakkan kalimat takbir berulang-ulang di detik-detik terakhir sebelum eksekutor menembakan peluru.
Sesuai keinginan terakhirnya, Freddy dimakamkan di Surabaya, tepatnya di Tempat Permakaman Umum (TPU) Mbah Ratu, Jalan Demak, dekat dengan rumahnya di daerah Krembangan. Di masa kecil, Freddy Budiman dikenal sebagai pribadi yang luwes bergaul. Ia mahir bermain biliar. Dia juga sudah mengenal alkohol saat masih kecil. Meskipun suka minum-minuman beralkohol, dia tidak pernah berjudi ataupun memakai narkoba, seperti yang dilakukan Freddy saat itu.