by Redaksi - Espos.id News - Sabtu, 20 Agustus 2011 - 13:55 WIB
Grobogan (Esposin)--Potensi produksi gabah dari petani di Kabupaten Grobogan mencapai 700.000 ton per tahun atau setara dengan 450.000 ton beras. Namun hasil panen yang melimpah ini tak bisa dinikmati sepenuhnya oleh petani.
“Pasalnya tren sistem tebas tanaman padi di sawah yang ada saat inilah yang menjadikan gabah hasil panenan petani di Grobogan banyak yang keluar daerah. Akibatnya petani tak bisa sepenuhnya menikmati hasil panenan,” terang Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Grobogan Ir HM Hidayat, Jumat (19/8/2011) di kantornya.
Maka untuk mencegah hasil panen keluar daerah sehingga mampu memberikan keuntungan kepada petani, lanjut Hidayat, BKP terus berupaya mengoptimalkan lumbung desa.
“Hasil panen 700.000 ton gabah atau setara 450.000 beras dikurangi kebutuhan masyarakat sekitar 232.000ton ada sisa sekitar 218.000 ton, namun kemanakan sisanya tersebut. Diharapkan dengan adanya lumbung desa, petani bisa menahan gabah sehingga bisa menjual disaat harga cukup tinggi. Sehingga petani tidak merugi,” papar Hidayat.
Saat ini sambungnya, di Grobogan ada 108 lumbung desa. BKP terus berupaya mengaktifkan semua lumbung tersebut. Di tahun 2010 telah membangun kembali 23 unit, dan 2011 juga dibangun 23 unit.
Untuk pembangunan 23 unit di tahun 2011 terbagi dalam dua kategori pendanaan. Yakni dibangun dengan menggunakan DAK (Dana Alokasi Khusus) jumlahnya 11 unit dengan anggaran masing-masing senilai Rp 86,4 juta berukuran 5x9 meter dengan kapasitas 60 ton, yang tersebar di sembilan kecamatan.
“Kemudian 12 unit lainnya didanai APBD masing-masing Rp 40 juta. Kapasitasnya hanya 40 ton. Dalam pembangunannya ada dana yang merupakan sharing dari para kelompok tani,” ungkapnya.
Di tahun 2012, tambahnya, BKP juga mengusulkan pembangunan kembali 23 unit lumbung desa. Kemudian memberikan dana stimulant untuk pembelian gabah bagi 46 lumbung desa yang dibangun 2010 dan 2011 masing-masing Rp 10 juta.
“Di lapangan memang masih ada kendala, yakni kesulitan mencari sumber daya manusia (SDM) yang mau mengelola lumbung desa tersebut. Karenanya kami mencari kelompok-kelompok tani yang memiliki antusias tinggi untuk mengelolanya,” pungkas Hidayat.
(rif)