news
Langganan

PENUNTASAN KASUS CEBONGAN: Warga NTT Minta Dukungan Sultan - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Andreas Tri Pamungkas Jibi Harian Jogja  - Espos.id News  -  Kamis, 2 Mei 2013 - 23:06 WIB

ESPOS.ID - Sri Sultan Hamengku Buwono X (Harian Jogja/JIBI/dokumen)

Sri Sultan Hamengku Buwono X (Harian Jogja/JIBI/dokumen)

JOGJA- Perwakilan Sesepuh dan Mahasiswa Nusa Tenggara Timur bertemu dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X, Raja Kraton sekaligus gubernur DIY, di  Kraton Kilen, Kamis malam (2/5).

Advertisement

Pertemuan itu berkaitan dengan peristiwa penyerangan anggota Kopassus terhadap empat tahanan di Lapas Cebongan, Sleman, Sabtu (23/3) dini hari lalu.

"Kami minta dukungan penuh TNI dan Polri untuk menuntaskan kasus itu secara transparan dan akuntabel," kata perwakilan sesepuh NTT, John S Keban membuka pertemuan itu.

Bagi warga NTT, kata John, pengawalan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, DPRD dan Pemerintah DIY penting agar hasil  penyelidikan atas kasus tersebut dapat memuaskan semua pihak."Jangan sampai ada kasus yang masih gelap ditinggal," katanya.

Advertisement

Dengan adanya penyerangan itu, John mengatakan sempat membuat mental mahasiswa terganggu sehingga sebagian memilih untuk pulang, namun jaminan dari sultan atas rasa kemananan beberapa hari setelah kejadian itu membuat kondisi psikologi mahasiswa berangsur- berangsur membaik.

Penyerangan Lapas Cebongan itu menurut John juga menjadi pembelajaran bagi warga NTT, karena dengan adanya peristiwa itu, mereka warga NTT yang berada di Jogja dapat bersatu kembali dalam Ikatan Keluarga dan Pelajar Mahasiswa sehingga dapat saling membina ketika ada perbuatan yang tidak menyenangkan di masyarakat.

Sultan mengatakan pertemuan itu sudah ditunggu-tunggu. Sebelumnya dialog pernah juga dilakukannya dengan warga Indonesia di daerah Babarsari saat perayaan Natal. Sultan mengakui saat itu sedang berada di Singapura karena mengantar cucunya yang beroperasi."Kejadian itu baru saya ketahui begitu ada korban,"katanya.

Advertisement

Sultan pun mengaku tak merasa nyaman dengan penyebutan empat korban adalah preman."Kalau mereka disebut preman, warga Jogja pun banyak yang jadi preman," katanya.

Dengan keberadaan preman, Sultan berujar, bahwa pemerintah tak boleh kalah dengan keberadaan mereka. Namun terkait pengawalan kasus penyelidikan penyerangan Lapas tersebut, ia menyerahkan pada proses hukum yang berjalan di pengadilan militer.

Advertisement
Sumadiyono - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif