by Akhirul Anwar Jibi Bisnis - Espos.id News - Senin, 29 September 2014 - 20:30 WIB
Ia mengaku sudah berpengalaman dalam menjalankan fungsi eksekutif meskipun hanya didukung oleh kekuatan minoritas dari kalangan legislatif. Seperti halnya di DKI Jakarta mendapat dukungan 11% anggota legislatif namun program pemprov tetap berjalan meskipun diakuinya legislatif jadi kerikil penghalang.
"Di sini cuma 11%, kamu lihat ada masalah enggak. Paling terlambat sehari atau dua hari, paling agak ramai-ramai sedikit, tapi tidak ada masalah," katanya di Balaikota DKI Jakarta, Senin (29/9/2014).
Sebelumnya DPR mengajukan revisi UU No. 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD tentang penentuan pimpinan DPR. Pada ketentuan lama pimpinan DPR jadi hak partai pemenang pemilu, kemudian aturan itu diubah bahwa partai pemenang pemilu tidak otomatis menjadi pimpinan DPR dan MPR.
Kemudian mekanisme pemilihan pimpinan ditentukan dengan voting sehingga partai politik koalisi Merah Putih berpeluang besar menguasai parlemen. Dengan kondisi seperti itu, program pemerintahan Jokowi-JK terancam dihambat kalangan legislatif.
Jika pimpinan DPR dikuasai oleh koalisi Merah Putih dikhawatirkan dalam penyusunan tata tertib ada ruang untuk menjegal pelantikan Jokowi-JK. Ketika hal itu ditanyakan kepada Jokowi, ia menilai kalau memang terjadi seperti itu menyayangkan elite politik mencontohkan hal yang tidak benar kepada rakyatnya.
"Sudah terpilih KPU sudah, dikuatkan lagi di MK sudah, ya sudah lah, kedewasaan masyarakat kita itu sudah sangat tinggi, masak elite nya malah mencontohkan yang enggak benar, yang benar saja," katanya.
Sementara itu, Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla menilai pelantikan tidak harus di DPR tetapi bisa dilaksanakan oleh Mahkamah Agung. "Tidak perlu paripurna, di Mahkamah Agung bisa," katanya seusai menghadiri hari jadi DPD di kompleks DPR/MPR.