by Dhima Wahyu Sejati - Espos.id News - Kamis, 2 Maret 2023 - 16:13 WIB
Esposin, SOLO—Sejumlah siswa SMA Al-Azhar Syifa Budi Solo memamerkan inovasi teknologi sederhana dalam acara gelar keya di halaman sekolah setempat, Kamis (2/3/2023). Ini merupakan penerapa Program Proyek Profil Penguatan Pancasila atau P5.
Koordinator P5 Tema RTekayasa dan Teknologi SMA Al-Azhar Syifa Budi Solo, Hadi Kurnianto, mengatakan fokus dari gelar karya ini untuk meningkatkan kreativitas siwa.
“Temanya kita arahkan ke rekayasa dan teknologi. Jadi banyak peserta didik yang membuat teknologi sederhana yang mereka hadirkan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di kehidupan sehari-hari,” kata Hadi ketika ditemui Esposin, Rabui (1/3/2023).
Saat ini dia mengatakan yang mengikuti program tersebut hanya kelas X dan kelas XI. Sementara kelas XII memang belum diterapkan kurikulum merdeka belajar yang baru. “Jadi di kurikulum terbaru itu kita wajib mengimplementasikan P5,” ujar dia.
Saat ini dia mengatakan yang mengikuti program tersebut hanya kelas X dan kelas XI. Sementara kelas XII memang belum diterapkan kurikulum merdeka belajar yang baru. “Jadi di kurikulum terbaru itu kita wajib mengimplementasikan P5,” ujar dia.
Hadi mengatakan penerapan program pembelajaran berfokus pada penyelesaian masalah sehari-hari. Kemudian siswa diminta membuat teknologi sederhana untuk menyelesaikan masalah tersebut.
“Misal mereka pengen memanfaatkan barang bekas ya bisa. Jadi intinya kita fokus penyelesaian masalah dengan teknologi yang sudah ada atau membuat teknologi lagi dengan bahan sendiri,” kata dia.
“Nah nanti kita buat diskusi kira-kira dari sekian banyak ide, mana yang mau dipakai. Lalu di dalam kelompok juga ada adu argumen,” kata dia.
Menurut dia, model pembelajaran seperti ini membuat sisi kognitif anak menjadi meningkat. Terlebih siswa didorong untuk sekreatif mungkin memanfaatkan barang di sekitar mereka agar menjadi teknologi yang berguna.
"Kami melihat perkembangan yang sangat positif karena merek bener-bener merasakan contextual learning. Mereka cari permasalahan di kehiduapan sehari-hari, kemudian mencari ide, lalu cari kira-kira teknologi apa sih yang bisa untuk menyelesaikan masalah,” terang dia.
Terlebih menurut dia model pembelajaran seperti ini mendorong siswa untuk lebih aktif berdiskusi. Hadi menganggap ini lebih efektif keteimbang pembelajar klasikal yang membuat siswa lebih pasif di kelas.
Salah satu siswa kelas X, Syirin Nabila, bersama kelompoknya membuat teknologi pendeteksi gempa. Dia memanfaatkan barang bekas seperti toples, kabel, dan kayu. Kepada Esposin, dia meragakan bagaimana alat tersebut bekerja. Dia menjelasakan alat harus ditaruh di tempat yang tidak gampang tersenggol.
“Jika terjadi goncangan maka magnet akan menempel pada paku yang ada di sekelilingnya. Sehingga membuat rangkain listrik menjadi tertutup, dan akhirnya nanti akan membunyikan bell atau buzzer,” kata dia.