news
Langganan

SURVEI KESEHATAN : Waduh, Anak SMP Disuruh Ukur Alat Kelamin dan Payudara? - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Detik Jibi  - Espos.id News  -  Minggu, 8 September 2013 - 08:58 WIB

ESPOS.ID - Ilustrasi mengisi kuesioner (Dok/JIBI/Solopos)

Ilustrasi mengisi kuesioner (Dok/JIBI/Solopos)

Sejumlah blunder pemerintah mewarnai dunia pendidikan di Indonesia sepanjang tahun ini. Sebelum ini ada kasus buku pelajaran bermuatan materi yang tak pantas dibaca anak SD dan SMP. Kini sebuah kuesioner dari Kementerian Kesehatan untuk siswa SMP dan SMA juga memicu kontroversi.

Advertisement

Awalnya, Kementerian Kesehatan menyebarkan kuesioner kesehatan reproduksi remaja untuk semua siswa SMP dan SMA. Namun, ada dua halaman dari kuesioner itu yang menimbulkan kontroversi karena memuat gambar dan pertanyaan mengenai ukuran kelamin peserta didik.  Lembar tentang pengukuran kelamin berada di halaman 42 dan 43 di buku kuesioner Kesehatan Remaja.  Memang dalam halaman itu terdapat gambar alat kelamin pria dan wanita. Dalam lembar pengukuran alamat kelamin itu terdapat masing-masing lima gambar alat kelamin pria dan wanita. Gambar ukuran kelamin dipisahkan berdasarkan kelompok umur.

Kontroversi merebak ketika sejumlah orang tua dan tokoh agama dan masyarakat di Kota Sabang, Aceh, mempersoalkan hal ini yang dinilai tidak pantas dan melanggar norma kesusilaan. Berita soal kuesioner yang dinilai vulgar itu bahkan masuk dalam liputan kantor berita Prancis, AFP, yang lantas dikutip sejumlah media luar negeri seperti koran Malaysia, The New Straits Times.

Advertisement

Kontroversi merebak ketika sejumlah orang tua dan tokoh agama dan masyarakat di Kota Sabang, Aceh, mempersoalkan hal ini yang dinilai tidak pantas dan melanggar norma kesusilaan. Berita soal kuesioner yang dinilai vulgar itu bahkan masuk dalam liputan kantor berita Prancis, AFP, yang lantas dikutip sejumlah media luar negeri seperti koran Malaysia, The New Straits Times.

Dalam berita AFP yang lantas dikutip sejumlah media internasional itu, salah satu orang tua siswa, Nurlina, 40, keberatan dengan kuesioner yang menunjukkan gambar ukuran kelamin itu.  “Ini tak pantas,” katanya, yang mengaku menyuruh anaknya berhenti mengisi kuesioner itu dan lantas mengadu ke sekolah.

Kuesioner ini juga dibagikan di sejumlah sekolah di Sleman, DIY. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, dr. Mafilindati Nuraini, M.Kes. menyebut kuesioner tersebut telah diedarkan ke sekolah-sekolah lanjutan setingkat SMP dan SMA. "Benar, itu kuesioner dari Kementerian Kesehatan. Tujuannya untuk mengetahui tingkat pengetahuan para remaja tentang kesehatan reproduksi," kata Mafilindati, Kamis (5/9/2013).

Advertisement

Psikolog yang juga aktivis perlindungan anak, Seto Mulyadi alias Kak Seto menyarankan Kemenkes menyosialisasikan terlebih dulu kuesioner tersebut. Sebab materi kuesioner itu bersifat pribadi. Pertanyaan soal alat kelamin, terang Kak Seto, akan membuat anak-anak tidak nyaman. Sebab hal tersebut sudah masuk ke ranah privasi seseorang. Dirinya menyarankan, karena bersifat terlalu sensitif dan terbuka, kuesioner itu lebih baik ditarik dan disosialisasikan terlebih dulu. "Ini harus bertahap. Awalnya disosialisasikan terlebih dulu agar diterima oleh semua pihak," kata Kak Seto.

Salah Prosedur

Di sisi lain, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menengarai ada kesalahan prosedur pembagian kuesioner program Penjaringan Kesehatan Anak Sekolah Lanjutan (PKASL) di sejumlah sekolah di Nagroe Aceh Darusalam (NAD). Akibat salah implementasi di lapangan itu, kuesioner yang dibagikan digugat lantaran dianggap mengadung konten porno.

Advertisement

“Kita belum tahu letak kesalahannya dimana. Bisa di tingkat dinas kesehatan, puskesmas atau guru di sekolah. Saat ini masih ditelusuri,” ujar Direktur Bina Kesehatan Anak Kemenkes, Elizabeth Jane Soepardi di Jakarta, Sabtu (7/9/20113), seperti dikutip metrotvnews.com.

Dia menjelaskan pembagian kuesioner PKASL itu merupakan bagian dari kegiatan tahunan Unit Kesehatan Sekolah (UKS) yang dilaksanakan rutin sejak 2010 di seluruh SMP dan SMA di Indonesia. Dasar hukumnya adalah UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 yang juga menyinggung kesehatan anak.

Pertanyaan dari kuesioner disusun bersama Satgas Remaja Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Departemen Psikiatri UI, Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, Kemendikbud, Kemenag, dan Kemenkes. Sebelum disebar ke seluruh sekolah di Indonesia, sebelum 2010, kuesioner itu telah diuji coba di enam provinsi, yakni Sumut, Jateng, Kalbar, Kaltim, NTB, dan Sulsel.

Advertisement

“Dari uji coba yang kita lakukan di enam provinsi, semuanya tidak ada masalah,” tuturnya.

Tujuan kuesioner PKASL sejatinya untuk mengetahui soal keadaan kesehatan secara umum, riwayat kesehatan, riwayat imunisasi, kesehatan intelegensia, kesehatan mental remaja dan kesehatan reproduksi. Selain kuesioner, juga dilakukan pemeriksaan fisik meliputi kesehatan umum, kesehatan gigi, indera, dan sebagainya.

Pada bidang kesehatan reproduksi, terdapat subbidang penjaringan perkembangan pubertas remaja. Tujuannya antara lain untuk mengetahui pubertas prekoks (PP-pubertas terlalu dini) dan delayed puberty (DP-telat mengalami pubertas. Kedua kelainan pertumbuhan yang terkait masalah hormonal.

Untuk menjaring perkembangan pubertas (seks sekunder remaja) yang lazim digunakan di dunia adalah metode Tanner Stage yang umum digunakan di dunia sejak 1976. Metode yang ditemukan oleh dr. James Tanner ini memang menyertakan pilihan gambar ukuran alat kelamin untuk memudahkan siswa/siswi menjawab.

Jane menduga, masalah muncul saat pembagian kuesioner. Kuesioner yang seharusnya mencakup secara utuh bidang-bidang kesehatan umum, riwayat kesehatan, dll., disajikan secara tidak lengkap. Imbasnya yang terlihat paling menonjol adalah pertanyaan berkisar seks sekunder remaja yang banyak disertai gambar sehingga terkesan vulgar.

Kesalahan kedua, guru UKS tidak memberikan penjelasan terlebih dahulu kepada siswa terkait materi dan tujuan kuesioner. Walhasil siswa yang menerima pertanyaan menjadi kaget. Jane juga mengaku mendapat laporan bahwa begitu kuesioner dibagikan, siswa membawa pulang kertas itu ke rumah, dan dikembalikan esok harinya. Menurut dia, hal itu jelas merupakan pelanggaran prosedur yang banyak disertai gambar sehingga terkesan vulgar.

Kesalahan kedua, guru UKS tidak memberikan penjelasan terlebih dahulu kepada siswa terkait materi dan tujuan kuesioner. Walhasil siswa yang menerima pertanyaan menjadi kaget. Jane juga mengaku mendapat laporan bahwa begitu kuesioner dibagikan, siswa membawa pulang kertas itu ke rumah, dan dikembalikan esok harinya. Menurut dia, hal itu jelas merupakan pelanggaran prosedur yang serius. Pasalnya penjaringan itu bersifat sangat rahasia.

Advertisement
Tutut Indrawati - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif