by Abu Nadzib Newswire - Espos.id News - Kamis, 26 Oktober 2023 - 22:17 WIB
Esposin, JAKARTA -- Retaknya hubungan Presiden Jokowi dengan Megawati Soekarnoputri dampak dari pencawapresan Gibran Rakabuming Raka menjadi ancaman bagi ambisi PDIP untuk hattrick Pemilu.
Pasalnya, berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia, elektabilitas PDIP bergantung kepada Jokowi.
Semakin tinggi tingkat kepercayaan kepada Jokowi berdampak positif terhadap dukungan kepada partai berlambang banteng itu.
Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, dalam pemaparan hasil survei secara virtual, Kamis (26/10/2023), mengatakan sejatinya ada dua alasan utama yang melatarbelakangi dukungan publik untuk PDIP.
“Alasan pertama karena terbiasa memilih partai. Kedua itu karena suka dengan Jokowi,” kata Burhanuddin seperti dikutip Esposin dari Antara.
Ia menerangkan, untuk responden yang menyatakan alasan terbiasa memilih PDIP angkanya mencapai 28,4 persen yang diambil dari basis responden 16,8 persen.
Sementara itu, untuk alasan menyukai Jokowi angkanya mencapai 23,9 persen yang diambil dari basis responden 7,5 persen.
Burhanuddin menjelaskan PDIP menjadi partai tertinggi yang mendapat dukungan publik, yakni mencapai 25,2 persen.
Menyusul di posisi kedua, Gerindra dengan 14,5 persen dan Golkar bertengger di posisi ketiga dengan 9,4 persen.
Selain itu, Indikator Politik Indonesia juga mendapati persepsi publik yang memilih PDI Perjuangan karena menyukai ketua umumnya, yakni Megawati Soekarnoputri.
“Dari basis 0,7 persen, yang memilih PDIP karena menyukai Megawati hanya 2,2 persen,” ucap Burhanuddin.
Di sisi lain, sambung Burhanuddin, dukungan ke PDIP mengalami peningkatan pada temuan survei terbaru, karena survei Indikator pada 2–10 Oktober 2023 mendapati dukungan untuk PDI Perjuangan berada di angka 22,3 persen.
Survei Indikator dilakukan pada 16-20 Oktober 2023, menempatkan 2.567 responden dengan toleransi kesalahan (margin of error) sekitar 1,97 persen pada tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.
Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Terhadap hasil wawancara dilakukan quality control secara random sebesar 20 persen dari total sampel oleh supervisor dan tidak ditemukan kesalahan berarti.
“Secara de facto, keanggotaan Gibran di PDIP telah berakhir setelah pendaftarannya secara resmi menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres) dari Koalisi Indonesia Maju (KIM)," kata Komarudin dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Menurut Komar, hal ini terjadi karena Gibran secara resmi mendaftarkan diri sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto ke KPU pada Rabu (25/10/2023).
Padahal, PDIP bersama kerja sama partai politik lainnya, yakni PPP, Perindo dan Hanura telah mendaftarkan Ganjar Pranowo dan Mahfud Md. sebagai pasangan bakal capres-cawapres di Pilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Meski begitu, dia mengimbau semua pihak agar bersikap santai dan tidak heboh terkait pencawapresan Gibran.
Menurutnya, tingkat penasaran terhadap sikap Gibran tak hanya dirasakan oleh wartawan saja, melainkan kader PDIP di seluruh Indonesia.
"Dalam organisasi partai, keluar, pindah, berhenti dan beralih itu hal yang biasa," ujarnya.
Oleh karena itu, Komar menilai Gibran sudah tidak tegak lurus dengan instruksi partai mengenai larangan bermain dua kaki, sebab Wali Kota Surakarta itu menjadi bakal cawapres dari KIM yang mana tidak sesuai dengan instruksi Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri.
"Bahwa saat ini Gibran tidak tegak lurus dengan instruksi partai, maka dia otomatis tidak lagi di PDI Perjuangan. Tapi ingat, keluar satu kader, ada banyak kader partai baru yang potensial bergabung dengan Partai dan TPN Ganjar-Mahfud,” jelas anggota DPR Dapil Papua ini.
Ia pun menyoroti pernyataan Ketua DPC PDIP Surakarta FX Hadi Rudyatmo yang menegaskan tentang keharusan dan etika setiap kader.