by Haryono Wahyudiyanto - Espos.id News - Jumat, 20 Mei 2022 - 09:38 WIB
Esposin, JAKARTA—Tugu Kebangkitan Nasional atau Tugu Lilin di Solo dibangun untuk memperingati 25 tahun berdirinya Boedi Oetomo yang sekarang dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) setiap 20 Mei.
Organisasai Boedi Oetomo atau Budi Utomo lahir pada 20 Mei 1908, 37 tahun sebelum Indonesia merdeka.
Tugu Lilin pada awalnya tidak dibangun di Solo. Kenapa akhirnya didirikan di Kota Bengawan?
Baca Juga: Ini Alasan Mengapa 20 Mei Diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional
Baca Juga: Ini Alasan Mengapa 20 Mei Diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional
Merujuk pada situs resmi kemdikbud.go.id, niat pendirian tugu ini dicetuskan oleh perwakilan masyarakat Solo saat mengikuti Kongres Indonesia Raya I pada 1931 di Surabaya. Pelaksanaan pembangunan dipercayakan kepada KRT Woerjaningrat, menantu Pakubuwono (PB) X yang juga merupakan Wakil Ketua Boedi Oetomo.
Menurut KRMT Suwitadi Kusumadilaga sebagai salah satu pendiri Yayasan Murni, KRT Woerjaningrat dibantu sekelompok panitia yang terdiri atas tujuh orang yang dipimpin oleh Mr. Singgih. Panitia ini lalu mengadakan sayembara untuk mencari rancangan sebagai tanda pergerakan kebangsaan Indonesia.
Baca Juga: 20 Mei Hari Kebangkitan Nasional, Mengapa Tidak Tanggal Merah?
Rancangan yang dibuat oleh Ir. Soetedjo adalah tugu berbentuk lilin yang akan dibangun di sebuah tanah lapang.
Tugu ini dibangun di Solo karena mendapatkan izin dan dukungan dari Pakubuwono X selaku penguasa Keraton Kasunanan Surakarta setelah sebelumnya gagal dibangun di beberapa kota seperti Batavia, Surabaya, dan Semarang.
Peletakan batu pertama dilakukan pada awal Desember 1933 dan pembangunannya diserahkan kepada R.M. Sosrosaputro. Namun, pemerintah Hindia Belanda menolak pembangunan tugu tersebut.
Baca Juga: Selamat Harkitnas! Begini Sejarah 20 Mei Jadi Hari Kebangkitan Nasional
Residen Surakarta sempat menghambat pembangunan tugu ini. Bahkan, Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu Bonifacius Cornelis de Jonge mengundang Pakubuwono X untuk membicarakan masalah ini. Pembangunan masih terus dilanjutkan dan selesai pada Oktober 1934.
Tugu ini kemudian diberi nama “Toegoe peringatan pergerakan kebangsaan 1908-1933”. Nama tersebut ditolak oleh pemerintah dan mengancam akan membongkar tugu tersebut.
Pakubuwono X kemudian ikut turun tangan agar mendapatkan izin dari pemerintah. Di akhir Januari 1935, PB X datang ke Batavia untuk bertemu Gubernur Jenderal. Namun, usahanya ini gagal.
Baca Juga: Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei Bukan Tanggal Merah, Ini Sejarahnya
Pada April 1935 residen Treur kembali mengancam akan membongkar tugu ini jika usulan teksnya yang berbunyi “Toegoe peringatan kemadjoean ra’jat 1908-1933” tidak diterima. Pada akhirnya, usulan dari Treur ini terpaksa diterima dan dituliskan pada prasasti di tugu.
Peletakan gumpalan tanah dari berbagai penjuru tanah di Nusantara juga dilakukan di pelataran tugu. Namun, masih ada perbedaan mengenai waktu penanaman tanah ini.
Para anggota PPPKI yang tersebar di seluruh Nusantara itu datang ke Solo dengan membawa gumpalan tanah dari daerah mereka masing-masing.
Pada 1948 Tugu Lilin dijadikan simbol peringatan Kebangunan Nasional (kemudian disebut Kebangkitan Nasional) yang pertama. Pada 1953 Tugu Lilin dijadikan bagian dari logo Kota Solo.