by Nenden Sekar Arum N Jibi Solopos - Espos.id News - Rabu, 9 Januari 2013 - 17:47 WIB
SOLO -- Penghapusan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dinilai tidak akan efektif menghilangkan diskriminasi di dunia pendidikan jika hal itu tidak didukung dengan perubahan struktur di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan penolakan masyarakat dengan tidak menyekolahkan anaknya ke RSBI.
Hal itu disampaikan pengamat dan pakar pendidikan, sekaligus penulis buku Menyemai Sekolah Bertaraf Internasional, Mohamad Ali. Dia mengimbau masyarakat jangan terlalu puas dengan keputusan MK itu, karena hal itu baru langkah awal untuk membangun pendidikan yang merakyat dan tidak diskriminatif.
Pria yang merupakan dosen RSBI Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Malang itu juga menegaskan jika Kemendikbud tidak mengubah struktur dan sistem RSBI, maka hal itu akan memicu munculnya RSBI dengan model baru.
“Saya memprediksi Kemendikbud akan terus menjalankan program RSBI. Karena dari situ mereka bisa memperoleh keuntungan lebih,” tegasnya kepada wartawan, Rabu (9/1/2013).
Meskipun pemberitaan penghapusan RSBI marak di media massa, tapi hal itu menurut Ali tidak akan menurunkan minat masyarakat, apalagi saat ini RSBI telah memiliki branding sekolah populer. Dalam penyelenggaran RSBI juga berlaku hukum pasar, dimana ada permintaan maka akan ada penawaran, sehingga selama masyarakat masih berminat untuk menyekolahkan anaknya pada sekolah semacam RSBI, maka sekolah dengan model RSBI akan terus ada.
“Untuk itu masyarakat harus menolak dengan tidak menyekolahkan anaknya pada sekolah seperti itu,” imbuh Direktur Perguruan Muhammadiyah Program Khusus, Solo itu.
Sedangkan bagi orang tua yang terlanjur menyekolahkan anaknya di RSBI, harus aktif menanyakan kepada pihak sekolah bagaimana langkah selanjutnya terkait program-program yang sudah berjalan.
“Orangtua harus melakukan komunikasi dengan pihak sekolah tentang nasib pendidikan anak-anak mereka. Jangan sampai jadi korban kebijakan yang sifatnya coba-coba,”katanya.
Sementara itu, pakar pendidikan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Furqon Hidayatullah, menilai Kemendikbud dan Dinas Pendidikan harus segera melakukan langkah kongkrit. Hal itu dilakukan dengan melakukan audiensi kepada masyarakat dan memberikan pengertian bahwa tidak ada yang dirugikan dengan keputusan MK itu.
“Mereka harus terus didorong untuk tetap belajar sungguh-sungguh,” jelasnya kepada wartawan, Rabu.
Lebih lanjut, Furqon memaparkan lepas dari ada atau tidak adanya RSBI, pendidikan di Indonesia harus tetap bermutu, tanpa adanya pembedaan dalam hal kemampuan finansial dan kognitif. Karena dengan tindakan diskriminasi itu menyebabkan sebagian masyarakat merasa tidak dapat tertampung pada sekolah berkualitas.
“Sekarang saatnya mengembangkan semangat education for all, semua masyarakat Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Kalau perlu semua sekolah jadi RSBI, itu malah tidak jadi masalah,” imbuhnya.