by Lucky L. Leatemia Jibi Bisnis - Espos.id News - Jumat, 19 Januari 2018 - 20:30 WIB
Esposin, JAKARTA -- Tambahan daya dari sembilan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Jawa dan Bali yang masih dalam tahap perencanaan hingga yang sudah meneken perjanjian jual beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA) dikhawatirkan tidak diimbangi dengan kenaikan konsumsi sesuai rencana.
Berdasarkan hasil analisis koalisi Break Free From Coal, terdapat potensi kerugian negara yang besar apabila proyek-proyek tersebut tetap dilanjutkan hingga beroperasi.
Adapun kesembilan PLTU tersebut adalah PLTU Jawa 5, PLTU Jawa 6, PLTU Jawa 8, PLTU Jawa 9 & 10, PLTU Cirebon 2, PLTU Indramayu, PLTU Tanjung Jati A, PLTU Tanjung Jati B, dan PLTU Celukan Bawang 2. Total kapasitanya mencapai 12.980 megawatt (MW) dengan perkiraan investasi mencapai US$26 miliar.
"RUPTL [Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik] terakhir itu masih menggunakan estimasi [pertumbuhan konsumsi listrik] di angka 7,2%. Faktualnya, dalam lima tahun terakhir hanya 4,4%," ujar Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Hindun Mulaika, Jumat (19/1/2018).
Dengan adanya tambahan sembilan PLTU tersebut, marjin cadangan (reserve margin) listrik akan mencapai 71% pada 2026. Sementara apabila rencana penambahan PLTU tersebut dibatalkan, maka reserve margin tersebut akan berada di angka 41%.
Menurutnya, pemerintah harus mengambil langkah berani dalam merevisi RUPTL 2017-2026 dengan menghapus beberapa PLTU yang akan dibangun. Dia menilai hal tersebut bisa memperkecil peluang kerugian negara.