by Irene Agustine Jibi Bisnis - Espos.id News - Rabu, 9 Juli 2014 - 02:43 WIB
Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Arif Zulkifli dalam diskusi di Media Center KPU, Jakarta, Selasa (8/7/2014), menegaskan netralitas merupakan konsep yang mulia. Netralitas adalah ketika media tidak berpihak atau apa adanya dalam memberitakan sesuatu. Dia menjelaskan, yang mendasari ketidaknetralan adalah value atau nilai yang dipilih suatu media.
“Dalam pemberitaan pemilu, media punya persepsi dan pendapat. Misalnya tulisan di Kompas, value yang diangkat dari Kompas adalah keberpihakan kepada orang kecil atas suatu kebijakan pemerintah. Atau Tempo yang berpihak pada isu korupsi. Maka, tidak ada media yang tidak netral di sini,” katanya.
Menurut Arif, hal tersebut tentulah harus diselaraskan dengan Kode Etik Jurnalistik yang mengutamakan verifikasi, cover both side, fairness, dan lain sebagainya. Hal tersebut juga diakui oleh Pemred Kantor Berita Radio (KBR) 68H Heru Hendrawatko.
Heru bahkan mengaku iba dengan kondisi wartawan di Indonesia yang ternyata mayoritas tidak pernah membaca Kode Etik Jurnalistik sebagai pedoman dalam menyampaikan berita. “Saya ingat betul survei setelah Reformasi mengatakan 85% pers di Indonesia tidak pernah membaca Kode Etik Jurnalistik,”katanya.
Konteksnya, dia melanjutkan, berada pada kode etik dalam memberitakan pemilu ini. “Baru kali pertama saya melihat pemilu yang terbelah, kalau dulu di grassroot saja, kini elite sampai media juga terang-terangan terbelah,”katanya.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Umar Idris menganalisa pemberitaan yang tidak netral sangat terlihat pada media televisi, antara Metro TV dan TV One beserta MNC Group. “Sementara untuk Indosiar dan SCTV, meskipun tidak tampak secara nyata memihak, namun lebih terlihat pemberitaan positif untuk Jokowi,”katanya.
Dia berpendapat dalam pantauan AJI terhadap media cetak, ketidaknetralan hanya terlihat dari judul dan isu yang diangkat, sementara konten berita cukup bisa memenuhi unsur Jurnalisme. “AJI melihat ketidaknetralan media cetak terlihat dari judul yang memihak satu pihak, begitu juga dengan isu yang diangkat. Sementara, substansi berita masih bisa dikatakan memenuhi unsur KEJ, dengan melakukan konfirmasi, seimbang, adil. Seperti pada Kompas, Tempo, dan media cetak lain,”jelasnya.
Sementara itu, fenomena menarik terlihat dari media yang dimiliki Dahlan Iskan, Jawa Group. Dia mengatakan peran Dahlan selaku pemilik yang kini telah mendukung Jokowi-JK tidak terlihat memberikan pengaruh kepada Indo Pos dan Rakyat Merdeka yang lebih sering memberitakan positif mengenai Prabowo-Hatta.
Pada sisi media online, Umar mengkaji bahwa tuntutan kecepatan membuat seluruh media berlomba untuk memberitakan sesuatu yang belum jelas, karena berkejaran dengan media lain dalam memberikan kebutuhan publik. “Media online mengutamakan kecepatan, meskipun terlihat keberpihakan di media ini dalam mendukung Jokowi, ketimbang Prabowo, hal tersebut karena media online harus melakukan itu untuk menciptakan clique dan hits,”terangnya.