by Demis Rizky Gosta Jibi Bisnis - Espos.id News - Senin, 7 Oktober 2013 - 14:58 WIB
Esposin, JAKARTA--Tren kenaikan suku bunga global sepanjang 2014 akan memberikan tekanan lebih tinggi pada perekonomian Indonesia dibandingkan dengan negara lain di Asia Pasifk.
Ketidakseimbangan eksternal perekonomian Indonesia mendorong Bank Dunia mengubah prediksi pertumbuhan PDB Indonesia pada 2014 dari 6,5% menjadi 5,3% atau turun sekitar 1,2%.
Penurunan tersebut sejalan dengan koreksi -0,3% pada pertumbuhan ekonomi Asia Timur pada 2014 dari 6,7% menjadi 6,4%.
Namun, koreksi proyeksi di Indonesia lebih buruk dibandingkan dengan negara ekonomi berkembang lain seperti China (-0,3%), Malaysia (-0,6%), dan Thailand (-0,5%).
Namun, koreksi proyeksi di Indonesia lebih buruk dibandingkan dengan negara ekonomi berkembang lain seperti China (-0,3%), Malaysia (-0,6%), dan Thailand (-0,5%).
Kepala Ekonom Bank Dunia Asia Pasifik Timur, Bert Hofman menjelaskan ketidakseimbangan eksternal adalah alasan pertumbuhan ekonomi Indonesia mendapatkan koreksi paling tinggi.
Antisipasi pasar atas penghentian quantitative easing diprediksi akan mendorong kenaikan tingkat suku bunga global sepanjang 2014.
"Indonesia mungkin akan mengalami peningkatan suku bunga domestik yang lebih tinggi yang kemudian berpengaruh ke permintaan domestik," kata Hofman, Senin (7/10/2013).
Bank Dunia memproyeksikan laju pertumbuhan konsumsi domestik Indonesia merosot dari 6,2% pada 2012 menjadi 5,1% pada 2013 dan 5,0% pada 2014.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi terus merosot dari 6,2% pada 2012 menjadi 5,6% pada 2013 dan 5,3% pada 2014.
Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop menjelaskan selama ini laju pertumbuhan Indonesia jauh lebih pesat dibandingkan dengan negara lain di kawasan.
"Ini tidak sustainable, anda tidak bisa memiliki selisih pertumbuhan yang sangat besar terus menerus dengan negara mitra perdagangan anda," katanya.
Koreksi laju pertumbuhan pada 2013 dan 2014 akan menempatkan pertumbuhan Indonesia pada tingkat yang lebih setara dengan negara lain di Asia Pasifik.
"Pada keadaan ekonomi dunia saat ini, tingkat laju pertumbuhan seperti sekarang jelas lebih stabil," kata Diop.