by Septhia Ryanthie Jibi Solopos - Espos.id News - Selasa, 2 Juni 2015 - 10:55 WIB
Esposin SOLO - Sistem pendidikan di Indonesia penuh dengan kekerasan. Hal itu terjadi tidak hanya di pendidikan formal atau sekolah, maupun pendidikan informal dalam keluarga dan masyarakat.
Hal itu disampaikan Tokoh Pendidikan Anak yang juga Ketua Komisi Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, selaku narasumber utama dalam Seminar Nasional Penguatan Implementasi Sekolah Ramah Anak Kota Solo yang diselenggarakan di Aula Kantor Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Solo, Senin (1/6/2015).
Menurut pria yang akrab disapa Kak Seto itu, tidak sedikit prestasi akademik berhasil diraih anak-anak Indonesia dalam olimpiade-olimpiade sains.
"Namun di sisi lain, kecerdasan lainnya seperti cerdas angka, cerdas kata, cerdas gambar, cerdas musik, cerdas tubuh, cerdas teman, cerdas diri, dan cerdas alam, justru tidak berkembang," kata dia.
Sekolah, menurut Kak Seto, hanya menjadi pabrik dan anak menjadi robot, seusai diwisuda dan terjun ke masyarakat tidak dapat berbuat banyak bahkan mati kutu karena sekedar mengejar gelar.
Dia menilai jika seorang anak dididik untuk belajar, maka anak akan belajar dengan cara yang menyenangkan, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
"Tapi jika anak sudah diwajibkan untuk sekolah yang kurikulumnya sangat padat, maka anak tidak akan nyaman untuk belajar," kata dia.