by Newswire - Espos.id News - Selasa, 23 Maret 2021 - 09:05 WIB
Esposin, JAKARTA -- Pemerintah memutuskan untuk menunda pemberlakuan sertifikat elektronik. Kebijakan ini berpotensi menimbulkan polemiki jika diterapkan saat ini lantaran adanya perbedaan persepsi di kalangan publik.
Keputusan ini diambil pemerintah setelah adanya kesepakatan antara Komisi II DPR dengan Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan Djalil. Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No. 1/2021 tentang Sertipikat Eelktronik sejatinya sudah diundangkan 12 Januari 2021 lalu.
Sofyan mengungkapkan biang kerok polemik mengenai kebijakan sertifikat tanah elektronik lantaran ada salah persepsi terhadap aturan yang berlaku. Khususnya pada Pasal 16.
"Kami rencanakan yang disebut sertifikat elektronik ini seperti digital lainnya, paling aman, waktunya lebih singkat, pelayanannya lebih transparan, lebih cepat, dan memberikan perlindungan," kata Sofyan dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, Senin (22/3/2021).
Baca juga: BPN Tegaskan Tak Ada Penarikan Sertifikat Manual di Sragen
"Kami rencanakan yang disebut sertifikat elektronik ini seperti digital lainnya, paling aman, waktunya lebih singkat, pelayanannya lebih transparan, lebih cepat, dan memberikan perlindungan," kata Sofyan dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, Senin (22/3/2021).
Baca juga: BPN Tegaskan Tak Ada Penarikan Sertifikat Manual di Sragen
Meski belum dilaksanakan, namun banyak yang mempersepsikan salah mengenai kehadiran Pasal 16. Di mana, banyak yang mengutip atau mengartikannya secara setengah-setengah. Padahal, pasal tersebut saling berkaitan dari ayat pertama hingga keempat.Ayat kedua, penggantian sertifikat tanah elektronik sebagaimana dimaksud ayat (1) dicatat pada buku tanah, surat ukur dan atau gambar denah satuan rumah susun.
"Di Pasal 16 ini sumber masalahnya. Ini gara-gara dikutip di luar konteks seolah pasal 16 ayat 3 padahal itu sebuah kesatuan," katanya.
"Jadi dikutip seolah-olah menarik, karena mengalihmediakan. Kalau saya punya sertifikat, dialihkan ke buku tanah, nanti kita stempel kalau sudah sertifikat online," ujarnya.
"Saya mohon dan menggarisbawahi, program sertifikat elektronik ditunda dulu sampai klir, jangan sampai timbul kegaduhan dan merugikan kita semua," kata Heru.
Baca juga: Waduh, 10% Lahan Terdampak Tol Solo-Jogja di Klaten Belum Bersertifikat
Anggota Komisi II DPR RI, Agung Widyantoro, juga meminta penundaan. Menurut dia, pihak Komisi II DPR RI juga sampai saat ini belum menerima laporan program sertifikat elektronik dari Kementerian ATR/BPN. Ditambah lagi ada satu pasal yang menimbulkan pro dan kontra."Kita punya pengalaman pahit lho pak menteri, soal KTP cetak dan KTP elektronik. Jangan sampai nanti sertifikat cetak dan sertifikat elektronik menjadi jilid kedua pengalaman yang tidak enak juga," kata Agung.
Dia pun meminta Kementerian ATR/BPN untuk memberikan hasil kinerja dari empat layanan digital sektor pertanahan yang sudah diimplementasikan. Menurut dia, kalau dalam layanan tersebut belum memberikan hasil yang baik, sebaiknya jangan terburu-buru untuk menerapkan sertifikat tanah elektronik.