by Redaksi - Espos.id News - Kamis, 8 September 2011 - 16:00 WIB
Jakarta (Esposin)--Pemerintah pusat bersama-sama dengan pemerintah daerah, serta organisasi mitra terus-menerus menggiatkan penuntasan buta aksara penduduk usia 15-44 tahun.
Anggota masyarakat yang sebelumnya buta huruf dibina menjadi melek huruf dan memiliki kemampuan dasar. Kemampuan ini terus dibina dan ditingkatkan, sehingga menjadi berdaya untuk membangun lingkungan, masyarakat, bangsa, dan negara secara berkelanjutan.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pembinaan Kursus dan Kelembagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), Wartanto saat memberikan keterangan pers di Gerai Informasi dan Media Kemdiknas, Jakarta, Kamis (8/9/2011) terkait menyambut peringatan Hari Aksara Internasional ke-46, yang jatuh pada 8 September.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pembinaan Kursus dan Kelembagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), Wartanto saat memberikan keterangan pers di Gerai Informasi dan Media Kemdiknas, Jakarta, Kamis (8/9/2011) terkait menyambut peringatan Hari Aksara Internasional ke-46, yang jatuh pada 8 September.
"Sudah bertahun-tahun (pemerintah) melakukan berbagai upaya untuk mengurangi buta aksara. Hari Aksara Internasional merupakan upaya memperingati bagaimana supaya dunia ini berdaya dengan mengurangi jumlah angka buta aksara," kata Wartanto pada rilis yang diterima Espos melalui mediacenter Kemendiknas, Kamis.
Wartanto menyampaikan kriteria penyandang buta aksara yaitu buta aksara dan angka, buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan dasar.
Angka ini melampaui target dunia yaitu di bawah lima persen pada 2015. "Pemerintah terus mengupayakan supaya buta aksara di Indonesia semakin berkurang dan menjadi negara yang dianggap buta aksaranya mendekati angka kecil," imbuhnya.
Pembinaan
Wartanto mengungkapkan mereka yang telah bebas buta aksara dapat kembali lagi menjadi buta aksara karena kurangnya pembinaan dan tindak lanjut.
Dia mencontohkan setiap hari masyarakat masih menggunakan bahasa ibu dan kurang menggunakan bahasa Indonesia. Akhirnya kemampuan bahasanya turun lagi.
"Kondisi lingkungannya kurang mendukung orang yang bebas buta aksara untuk menyalurkan kemampuannya supaya meningkat menjadi buta aksara kembali," jelasnya.
Wartanto menyebutkan berdasarkan data hasil evaluasi hampir 30 persen mereka yang sudah melek aksara kembali buta aksara lagi karena kurang memperoleh pembinaan.
"Daerahnya bisa saja terjadi di kota, tetapi rata-rata terjadi di daerah pedesaan dan sarana dan prasarana dan dukungan pembinaan terbatas," lanjutnya.
Pemerintah, jelas Wartanto, melakukan berbagai program agar penduduk yang sudah melek aksara dapat meningkatkan kemampuan mengenal aksara dan pengetahuan dasar.
Dia menyebutkan langkah yang ditempuh adalah membuat buku atau buletin, mendirikan taman bacaan masyarakat (TBM), dan menggandeng organisasi mitra seperti PKK, Aisyiyah, Kowani, Dharma Wanita dan Muslimat NU.
(nad/*)