news
Langganan

Pariwisata Soloraya Makin Terkotak-kotak - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Hijriyah Al Wakhidah Jibi Solopos  - Espos.id News  -  Minggu, 23 Juni 2013 - 07:37 WIB

ESPOS.ID - Pengunjung tengah memotret replika manusia purba yang merupakan salah satu tontonan di Museum Sangiran, Sragen. (Dok/JIBI/SOLOPOS)


Pengunjung memotret replika manusia purba yang merupakan salah satu tontonan di Museum Sangiran, Sragen beberapa waktu lalu. (Dok/JIBI/SOLOPOS)

SOLO--Potensi pariwisata Soloraya makin terkotak-kotak. Upaya integrasi pariwisata yang pernah diupayakan sejak era Joko Widodo (Jokowi) dinilai belum membuahkan hasil.

Advertisement

Wakil Ketua Badan Promosi Pariwisata Indonesia Solo (BPPIS), Suharto, menyampaikan pariwisata adalah industri yang tidak mengenal pembatasan suatu wilayah berdasarkan geografis maupun administratif. Tetapi saat ini yang terjadi masing-masing wilayah di Soloraya berkembang dengan potensinya sendiri-sendiri dan tidak ada upaya untuk mempromosikan bersama.

“Persoalan-persoalan yang menyangkut pariwisata di Soloraya sampai sekarang belum ada solusinya, misalnya persoalan infrastruktur yang menghubungkan Bandara Adi Soemarmo di Boyolali dengan Solo maupun infrastruktur menuju Sangiran, Sragen," kata Suharto, di sela-sela agenda pertemuan pelaku pariwisata di Hotel Amarelo, akhir pekan kemarin.

Kabupaten Sragen, kata dia, dinilai sangat lemah dalam membangun kawasan wisata Sangiran. Padahal Sangiran bisa menjadi magnet wisatawan yang luar biasa. Yang pernah disampaikan Bupati Untung Wiyono saat masih menjabat adalah pembangunan pariwisata hanya menguntungkan Kota Solo.

Advertisement

“Sragen menilai, membangun aksesibilitas yang baik di daerah Sangiran secara ekonomi kurang menguntungkan. Kalau dihitung secara ekonomis, pendapatan asli daerah yang akan diterima dengan pengeluaran dana anggaran pendapatan dan belanja daerah tidak signifikan."

Formula Baru

Anggapan ini, menurut Suharto, wajar dipahami. Karena wisatawan yang berkunjung di Sangiran pasti tetap akan berbelanja oleh-oleh di Solo dan menginap di hotel-hotel di Solo. "Jadi Solo lah yang diuntungkan apabila diadakan pembangunan infrastruktur di kawasan Sangiran."

Advertisement

Menurut Suharto, anggapan-anggapan semacam inilah yang masih ada dalam pemikiran para pejabat yang mengelola kawasan Soloraya.  “Pandangan ini tidak salah, tetapi menjadi tidak pas apabila kita ingin membangun dunia pariwisata. Untuk itu diperlukan formula baru dalam membangun pariwisata Soloraya, formula baru yang siap menguntungkan semua pihak.”

Memang, diakuinya, tugas ini bukan semata tugas pemerintah daerah tetapi juga swasta dan pelaku pariwisata.

Wakil Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Solo, MSU Adjie, juga menyampaikan hal serupa. Potensi pariwisata di Soloraya jauh berbeda dengan kondisi yang ada di Jogja. Jogja yang memiliki banyak tempat pariwisata dan tersebar di berbagai daerah bahkan sampai ke Gunung Kidul, tetapi tetap disebut sebagai Jogja.

Dia membandingkan, Jogja sampai ke Parangtritis punya jarak sekitar 14 kilometer. Sama halnya dengan jarak Solo-Sangiran. Tapi, lantaran infrastruktur Solo ke Sangiran kurang memadai, wisatawan pun sulit dibawa ke Sangiran. “Fenomena pariwisata tidak bisa di rem. Berbagai daerah, salah satunya Jogja punya potensi pariwisata yang terus berkembang. Kalau Soloraya tetap terbelenggu pada hal-hal yang sifatnya birokrasi, maka mustahil Soloraya bisa bersaing dengan daerah lain.”

Advertisement
Tutut Indrawati - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif