by Abu Nadzib - Espos.id News - Rabu, 9 Februari 2022 - 23:42 WIB
Esposin, JAKARTA — Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan perampasan tanah rakyat oleh negara hukumnya haram.
Pernyataan itu diputuskan dalam forum tertinggi yakni Muktamar Ke-34 NU di Lampung pada 22-24 Desember 2021.
Sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan pernyataan sikap terkait konflik lahan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah yang berujung penangkapan puluhan warga desa, Selasa (8/2/2022).
Pernyataan ditandatangani Ketua PBNU Bidang Pendidikan dan Hukum KH Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) dan Wakil Sekretaris Jenderal H Abdul Qodir pada Rabu (9/2/2022).
Pernyataan ditandatangani Ketua PBNU Bidang Pendidikan dan Hukum KH Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) dan Wakil Sekretaris Jenderal H Abdul Qodir pada Rabu (9/2/2022).
Isi yang memuat aspirasi-aspirasi pengurus PBNU itu meminta agar aparat pemerintah dapat menggunakan pendekatan dialog yang humanis dengan prinsip syura (musyawarah).
Baca Juga: Mayoritas Warga Desa Wadas Nahdliyin, Ini Pernyataan Sikap PBNU
Konflik agraria telah dibahas oleh NU dalam forum tertinggi Muktamar ke-34 NU pada 22-24 Desember 2021 di Lampung.
Secara spesifik, NU menyoroti perampasan tanah dan pengambilalihan lahan rakyat oleh negara atau pemerintah.
Persoalan tersebut dibahas secara mendalam pada Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi'iyah, pada 22 Desember 2021 di Pesantren Darussa’adah Lampung Tengah.
Dalam Bahtsul Masail Muktamar NU tersebut diputuskan bahwa tindakan pengambilan tanah rakyat oleh negara secara tegas dinyatakan haram.
Baca Juga: Represi Kebebasan Berekspresi di Desa Wadas Melanggar Hukum
Keputusan tersebut disampaikan Ketua Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi'iyah Muktamar ke-34 NU KH Abdul Ghofur Maimoen (Gus Ghofur) saat membacakan isi fatwa perampasan tanah rakyat yang dilakukan oleh negara dalam sidang pleno hasil-hasil komisi.
“Tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun baik melalui proses iqtha' (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya’ (pengelolaan lahan), maka pemerintah haram mengambil tanah tersebut,” kata Gus Ghofur dalam sidang pleno hasil-hasil komisi di Gedung Serbaguna Universitas Lampung, Bandarlampung, Jumat (24/12/2021), seperti dikutip Esposin, Rabu (9/2/2022).
Selain itu, Komisi Bahsul Masail Waqi’iyah juga tidak memperbolehkan adanya pendekatan kekerasan dalam upaya pengambilan lahan negara yang telah diokupasi masyarakat.
Upaya pengambilalihan lahan wajib dilakukan dengan cara yang baik tanpa ada unsur kekerasan.
Baca Juga: Konflik Desa Wadas, 66 Orang Ditahan Polisi Dibebaskan
Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Tengah Nomor 509/41/2018, Desa Wadas ditetapkan sebagai lokasi penambangan batuan andesit material pembangunan proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Pertambangan akan menempati lahan seluas 145 hektare di Desa Wadas dengan tambahan 8,64 hektare lahan sebagai akses jalan menuju proyek.
Dikutip dari laman walhi.or.id, pertambangan akan dilakukan menggunakan metode peledak (blasting) yang diperkirakan menghabiskan 5.300 ton dinamit.
Namun, rencana penambangan tersebut tidak disetujui masyarakat Wadas, lantaran dapat mengancam 27 sumber mata air dan lahan pertanian sebagai sumber mata pencaharian penduduk setempat.
Kendati mendapat penolakan dari warga, rencana pembangunan pertambangan terus berlangsung. Ribuan aparat kepolisian dikerahkan mendatangi Desa Wadas untuk mengawal tim pengukuran lahan tambang batuan andesit, Selasa (8/2/2022).
Kericuhan antara pihak kepolisian dengan warga tak terelakkan.