by Newswire Abu Nadzib - Espos.id News - Selasa, 19 September 2023 - 21:55 WIB
Esposin, JAKARTA -- KPK menahan Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014, Karen Agustiawan setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) di PT Pertamina Tahun 2011-2021.
Dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair ini negara ditaksir merugi hingga Rp2,1 triliun.
Penetapan tersangka Karen Agustiawan dilakukan KPK setelah memeriksa mantan petinggi Pertamina itu, Selasa (19/9/2023).
"Perbuatan GKK alias KA mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar 140 juta dolar AS atau sekitar Rp2,1 triliun," ujar Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa malam, seperti dikutip Esposin dari Antara.
"Perbuatan GKK alias KA mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar 140 juta dolar AS atau sekitar Rp2,1 triliun," ujar Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa malam, seperti dikutip Esposin dari Antara.
Firli mengatakan tim penyidik melakukan penahanan terhadap tersangka Karen Agustiawan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 19 September 2023 sampai 8 Oktober 2023 di Rutan KPK.
Dijelaskan Firli, perkara korupsi tersebut diduga berawal sekitar tahun 2012.
Perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia pada kurun waktu 2009-2040 sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, Industri Pupuk dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia.
Karen yang diangkat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero periode 2009-2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.
Karen kemudian secara sepihak memutuskan melakukan kontrak perjanjian dengan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina.
Selain itu pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dalam hal ini pemerintah, tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.
Buntut keputusan tersebut, kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CCL menjadi tidak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi kelebihan pasokan dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.
Kondisi kelebihan pasokan tersebut kemudian harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina Persero.
Akibat kejadian ini negara ditaksir merugi hingga Rp2,1 triliun.