by Dian Dewi Purnamasari Jibi Solopos - Espos.id News - Kamis, 6 Desember 2012 - 09:06 WIB
SOLO—Musim penghujan menjadi berkah tersendiri bagi pedagang ban daur ulang atau biasa dikenal dengan ban batik.
Pedagang ban batik di persimpangan rel kereta api di dekat Hotel Agas, Solo, Yunus, 50, mengatakan selama musim penghujan penjualan ban batik meningkat 50%. Ia mengaku bisa mendapatkan omzet hingga Rp2 juta/hari.
“Pada musim kemarau penjualan sekitar 50 ban/hari. Selama musim penghujan ini jumlahnya naik hingga 100 ban/hari terutama saat akhir pekan,” ujarnya saat ditemui Esposin di Kios Ban Sepeda Motor Murah Tenan, Rabu (5/12/2012).
Sebagian besar konsumen ban batik mengaku faktor harga menjadi pertimbangan dalam memilih produk tersebut. Dengan harga yang relatif murah mulai Rp20.000-Rp50.000 mereka bisa mendapatkan ban seperti baru. Harga itu didasarkan pada kualitas karet ban. Ada tiga jenis karet yang dijual yaitu CL, B2 dan super. Jika digunakan pada trak normal, ban batik bisa bertahan sekitar satu tahun.
Yunus mengaku bahan baku ban batik ia dapatkan dari hasil berburu di berbagai daerah. Ia kemudian memproduksi sendiri ban itu dengan mesin press. Ban lama yang sudah halus, akan tampak seperti baru setelah diproses di mesin press.
“Selain membantu orang berkocek tipis, saya juga ingin membantu mendaur ulang sampah ban,” terangnya.
Pada musim penghujan, lanjutnya, risiko terpeleset akibat ban tipis maupun kecelakaan lebih tinggi. Oleh karena itu, banyak konsumen yang memilih membeli ban batik untuk meningkatkan keamanan berkendara.
Salah satu pembeli di kios Yunus, Brata, 28, mengaku lebih memilih ban batik karena harganya lebih murah. Ia bahkan mengaku tidak pernah membeli ban baru selama mengendarai sepeda motor.
“Selisih harganya separuh lebih. Karena hanya digunakan dalam kota saya yakin kualitas ban ini terjamin,” aku dia.