news
Langganan

Mayoritas WNI Korban TPPO yang Jadi PSK di Australia dari Jawa - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Chelin Indra Sushmita Newswire  - Espos.id News  -  Selasa, 23 Juli 2024 - 14:53 WIB

ESPOS.ID - Ilustrasi PSK. (Solopos/Whisnupaksa Kridhangkara)

Esposin, JAKARTA -- Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengatakan, mayoritas korban TPPO yang dijadikan pekerja seks komersial (PSK) d Australia berasal dari Pulau Jawa. Perekrut memberangkatkan korban dengan dokumen palsu dan mengharuskan mereka memberikan jaminan berupa utang.

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (23/7/2024), mengatakan informasi tersebut didapatkan setelah penyidik menyita barang bukti laptop milik tersangka berinisial FLA.

Advertisement

Berdasarkan pengakuan tersangka, jaringan ini telah beraktivitas sejak 2019. Jumlah WNI yang direkrut menjadi PSK di Australia berjumlah kurang lebih 50 orang.

“50 orang korban ini masih ada juga yang di Australia dan ada juga yang sudah kembali ke Indonesia. Beberapa orang yang sudah pulang ini adalah pulang sendiri dan setelah kita cari, juga ada beberapa korban yang tidak mau memberikan keterangan,” kata dia.

Advertisement

“50 orang korban ini masih ada juga yang di Australia dan ada juga yang sudah kembali ke Indonesia. Beberapa orang yang sudah pulang ini adalah pulang sendiri dan setelah kita cari, juga ada beberapa korban yang tidak mau memberikan keterangan,” kata dia.

Ia menyebut, upah yang didapatkan para korban bervariasi berdasarkan jam kerja. Mayoritas korban berasal dari Pulau Jawa. Ia juga mengungkapkan bahwa para korban direkrut secara hubungan pertemanan dari kerabat yang sudah pernah bekerja di sana.

Selain itu di dalam laptop milik tersangka berinisial FLA ditemukan beberapa surat perjanjian antara pelaku dengan korban.

Advertisement

Surat kerja sama itu tidak memuat hak-hak korban, seperti asuransi, gaji, jam kerja, maupun jenis kerja. Selain itu, korban juga disodorkan perjanjian utang piutang sebanyak Rp50 juta dengan alasan sebagai jaminan.

“Apabila para korban memutus kontrak atau tidak bekerja lagi dalam kurun waktu tiga bulan, maka korban harus membayar utang tersebut,” ucapnya.

Hasil penelusuran penyidik juga menemukan adanya barang bukti berupa catatan pembayaran dan pemotongan gaji dari korban yang dikirimkan kepada tersangka FLA sebagai bentuk laporan dan kontrol dari tersangka.

Advertisement

Selain itu, penyidik menyita barang bukti lainnya, yaitu satu buah paspor milik tersangka FLA, dua buah buku tabungan Tahapan BCA, dua kartu ATM, tiga buah ponsel, satu unit laptop, satu buah hard disk, dan 28 paspor milik WNI. Adapun puluhan paspor itu saat ini tengah diselidiki apakah milik korban atau bukan.

Diberitakan sebelumnya, penyidik Dittipidum Bareskrim Polri bekerja sama dengan Australia Federal Police (AFP) untuk mengungkap kasus ini. Hasilnya, terungkap tersangka lain berinisial SS alias Batman, seorang WNI yang kini telah menjadi WN Australia.

Tersangka SS berperan sebagai koordinator di beberapa tempat prostitusi di Sydney, Australia. Ia berperan menjemput, menampung, dan mempekerjakan para korban serta memperoleh keuntungan dari korban. Saat ini, SS tengah ditahan oleh kepolisian Australia.

Advertisement

Tersangka dijerat dengan Pasal 4 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp600 juta.

Advertisement
Chelin Indra Sushmita - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif