by Sri Mas Sari Jibi Bisnis - Espos.id News - Senin, 26 September 2016 - 08:00 WIB
Esposin, JAKARTA -- Pelaku usaha memprotes larangan kapal asing mengangkut ikan hidup hasil tangkap karena berbenturan dengan peraturan lain. Di sisi lain, larangan itu dinilai merugikan nelayan besar.
Ketua Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) Wayan Sudja mengatakan larangan itu melanggar UU No 45/2009 yang a.l. menyebutkan pengelolaan perikanan dilaksanakan dengan tujuan, a.l. meningkatkan penerimaan dan devisa negara. "Padahal, tujuannya (ikan hidup) adalah pasar ekspor," katanya, Minggu (25/9/2016).
Larangan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 32/Permen-KP/2016 itu juga berseberangan dengan UU Pelayaran yang memperbolehkan kegiatan angkutan laut dari dan ke luar negeri dapat dilakukan perusahaan angkutan laut asing dengan menggunakan kapal asing.
Akibat larangan itu pula, tutur dia, nelayan dan eksportir Indonesia dirugikan. "Yang diuntungkan nelayan dan eksportir Thailand, Vietnam, dan Filipina."
Permen 32 merupakan revisi Permen 15/Permen-KP/2016 tentang Kapal Pengangkut Ikan Hidup. Beleid anyar itu tidak lagi mengatur penerbitan surat izin kapal pengangkut ikan hidup berbendera asing dari hasil penangkapan (SIKPI-A-PT).
Regulasi yang diundangkan 1 September itu hanya memperbolehkan kapal asing mengangkut ikan hidup hasil budidaya melalui penerbitan SIKPI-A-PB. Di sisi lain, hanya kapal buatan dalam negeri dan berbendera Indonesia yang diizinkan mengangkut ikan hidup hasil penangkapan setelah mengantongi SIKPI-I-PT. Kapal berbendera Indonesia juga dipersilakan mengangkut ikan hidup hasil budidaya melalui penerbitan SIKPI-I-PB.
Tak ada pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan yang bersedia menjelaskan perubahan aturan itu, termasuk Dirjen Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto, Direktur Produksi dan Usaha Budidaya Balok Budiyanto, serta Pelaksana Tugas Dirjen Perikanan Tangkap Zulficar Mochtar.
Namun, sumber di Ditjen Perikanan Budidaya mengatakan restriksi itu berkaitan dengan pelarangan kapal asing melakukan kegiatan perikanan tangkap. “Menurut mereka [Ditjen Perikanan Tangkap], tidak bisa menerbitkan karena moratorium asing,” ujar sumber tersebut pekan lalu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor ikan hidup hasil tangkap selama Januari-Mei tercatat 1.922,8 ton atau 4,8% dari total volume pengapalan perikanan tangkap selama periode itu. Kendati secara volume andilnya sedikit, kontribusi ikan hidup hasil tangkap relatif signifikan, yakni US$14,9 juta atau 12% terhadap total nilai ekspor perikanan tangkap US$124,1 juta selama Januari-Mei.
Negara tujuan utama pengapalan, a.l. Hong Kong, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, dan Perancis.
Di sisi lain, Permen 32 merelaksasi beberapa aturan, seperti ukuran kapal yang dibedakan, yakni maksimum 300 gros ton (GT) untuk kapal pengangkut ikan hidup dari hasil tangkap dan maksimum 500 GT untuk kapal pengangkut ikan hidup dari hasil budidaya. Sebelumnya, baik kapal pengangkut ikan hidup hasil tangkap maupun budidaya dipatok paling besar 300 GT.
Selain itu, pelabuhan muat singgah untuk setiap kapal pengangkut ikan hidup berbendera asing diizinkan empat dari semula satu pelabuhan dengan ketentuan hanya dapat memuat di satu pelabuhan setiap kali masuk ke wilayah pengelolaan perikanan (WPP RI). Kapal asing pun dipersilakan masuk ke WPP RI maksimal 12 kali dalam setahun dari semula satu kali.