by Redaksi - Espos.id News - Jumat, 11 Februari 2011 - 10:00 WIB
Jakarta (Espos) - Dua aksi anarkisme berbau SARA di Cikeusik dan Temanggung menunjukan polisi tak siap mengantisipasi amuk massa melalui deteksi dini. Kualitas intelijen Polri di Polsek dan Polres dipertanyakan.
"Fungsi intelijen di tingkat Polsek dan Polres lemah. Padahal ini ujung tombaknya kepolisian di masyarakat," ujar Ketua Presidium Indonesian Police Watch Neta S Pane, dikutip detik.com, Jumat (11/2).
Neta menilai, seharusnya setiap anggota Polri, baik reserse, lantas atau yang lainnya bisa merespons peristiwa apa yang hangat di masyarakat. Karena tugas polisi adalah mengayomi masyarakat.
"Jadi tidak harus intel atau serse saja. Semua anggota polisi seharusnya dapat menjadi fungsi intelijen," tambahnya.
Neta meminta agar Kapolri mengevaluasi Kapolres di seluruh Indonesia. Menurutnya, banyak Kapolres yang tidak mau tahu keadaan sekitar teritorialnya. Hal ini dinilai berbahaya. Karena sebagai kepala kepolisian setempat, harusnya dia mengetahui secara pasti gejolak sosial maupun bahaya laten di daerah itu.
"Kalau kapolres bagus, intelijen bisa digas. Tetapi yang penting adalah mengganti para Kapolres dengan orang-orang yang punya kemampuan," jelas Neta.
dtc/try