by Bernadheta Dian Saraswati Jibi Harian Jogja - Espos.id News - Senin, 4 April 2016 - 13:20 WIB
Harianregional.com, SOLO-Penurunan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) di level single digit 9% menjadi tantangan bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam melakukan penyaluran kredit. Otoritas Jasa keuangan (OJK) pun memberikan dorongan pada BPR agar terus berekspansi menanggapi suku bunga KUR yang rendah itu.
Salah satunya, mendorong BPR untuk mengurangi dana mahal dan memperbanyak dana murah. Dana mahal yakni deposito memang masih mendominasi Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dimiliki BPR di DIY.
Deputi Direktur OJK Kantor Regional (KR) 3 Dedy Patria menyebut, deposito hingga Februari 2016 menyentuh Rp2,4 triliun. Besaran deposito ini mengalami pertumbuhan 18,6% dibandingkan tahun lalu.
Deputi Direktur OJK Kantor Regional (KR) 3 Dedy Patria menyebut, deposito hingga Februari 2016 menyentuh Rp2,4 triliun. Besaran deposito ini mengalami pertumbuhan 18,6% dibandingkan tahun lalu.
Sementara untuk dana tabungan, meski pertumbuhannya lebih besar yakni 27,41%, tetapi secara nominal lebih kecil dibandingkan deposito.
“Tabungan tumbuh dari Rp903 miliar jadi Rp1,1 triliun year on year Februari,” kata Dedy saat ditemui dalam Pelatihan dan Koordinasi Wartawan Wilayah Kerja KR 3 Jawa Tengah dan DIY di Hotel Novotel Solo, Sabtu (2/4/2016).
Ia mengakui, sejak digulirnya suku buga KUR menjadi 9% dari sebelumnya 12%, tidak sedikit BPR yang mengeluhkan nasib mereka pada OJK. BPR merasa tersaingi dalam menembus sektor mikro yang selama ini mereka garap.
Namun Dedy melihat, hal ini justru menjadi potensi bagi BPR untuk bersaing menguasai nasabah sektor mikro. “BPR yang dikelola dengan baik maka akan menghasilkan laba, jika manajemennya jeli melihat pasar yang mana belum dijangkau bank umum,” kata dia.
Menurutnya, OJK akan membantu menyempurnakan manajemen BPR agar terus berekspansi di sektor keuangan serta agar mampu bersaing dengan bank umum.
Selain itu, OJK juga akan mengajukan rekomendasi pada pemerintah agar penyaluran KUR dibatasi. “Tujuannya supaya tidak semakin memakan porsi BPR,” kata dia.
Dedy mengatakan, dampak KUR yang sudah mulai dikeluhkan pelaku BPR ini memang belum dapat diidentifikasi dari sisi data. Pasalnya jika dilihat dari pertumbuhan aset, kredit, dan DPK, BPR terus mengalami pertumbuhan.
Hanya saja, jika dilihat dari angka kredit macet (Non Performing Loan) memang meningkat dari 5,54% menjadi 5,85%. “Kalau mampu mengelola NPL lebih kecil, maka bisa menyalurkan [KUR] sepanjang infrastruktur dan SDM memenuhi syarat,” kata Dedy.
Ketua Persatuan BPR Indonesia (Perbarindo) Ascar Setiono menyampaikan, sinyal linkage dengan bank umum untuk menyalurkan KUR memang sudah ada.
“Beberapa waktu lalu, BNI sudah MoU dengan Perbarindo pusat untuk linkage. Tinggal bagaimana kesiapan BPR ini di daerah,” ungkapnya.
Menurutnya, ketentuan BPR mana saja yang layak menyalurkan KUR menjadi kewenangan OJK untuk menentukan.