news
Langganan

KPK VS POLRI : Besok Penentuan Nasib Budi Gunawan, Ini Jalannya Praperadilan - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia | Espos.id

by Redaksi  - Espos.id News  -  Minggu, 15 Februari 2015 - 16:15 WIB

ESPOS.ID - Tim kuasa hukum Budi Gunawan menampilkan barang bukti tayangan video pada sidang lanjutan praperadilan status tersangka Komjen Budi Gunawan (BG) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (11/2/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Muhammad Adimaja)

KPK vs Polri telah hampir sampai ujungnya. Sidang praperadilan Budi Gunawan besok menjadi penentuan nasib calon Kapolri itu.

Esposin, JAKARTA -- Senin (16/2/2015) akan menjadi menjadi hari menentukan bagi nasib gugatan praperadilan Komjen Pol. Budi Gunawan oleh hakim praperadilan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan setelah melalui berkali-kali persidangan.

Advertisement

Kedua belah pihak selama persidangan telah memberikan sejumlah barang bukti berupa dokumen dan menghadirkan sejumlah saksi baik fakta maupun ahli. Secara keseluruhan sidang gugatan berlangsung selama enam hari.

Berikut perjalanan sidang gugatan praperadilan Budi Gunawan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, yang berhasil dihimpun Bisnis/Solopos.

Sidang Pertama, KPK Tidak Hadir

Advertisement

Sidang praperadilan Budi Gunawan seharusnya dimulai pada Senin (2/2/2015) namun ditunda setelah pihak kuasa hukum Komisi Pembertantasan Korupsi (KPK) tidak hadir pada persidangan. KPK beralasan harus menyiapkan bahan gugatan menyusul adanya perubahan gugatan praperadilan dari pemohon.

Sidang Kedua, Hakim Agendakan Pembuktian Dalil

Selanjutnya, pada persidangan Senin (9/2/2015), tim kuasa hukum KPK menghadiri sidang. Saat itu, hakim persidangan Sarpin Rizaldi meminta kepada kedua belah pihak agar menyiapkan dalil pembuktian dengan jatah masing-masing dua hari.

Upaya pembuktian kubu Budi Gunawan dilakukan Selasa-Rabu (10-11/2/2015) dan kubu KPK pada Kamis-Jumat (12-13/2/2015). "Silakan saudara membuktikan dalil saudara, waktunya dua hari," kata Hakim Sarpin Rizaldi di PN Jakarta Selatan, Senin (9/2/2015).

Advertisement

Sidang Ketiga, Saksi Budi Gunawan Sebut Penetapan Tersangka Tidak Tepat

Di hari berikutnya, Selasa (10/2/2015). tim kuasa hukum Budi Gunawan sesuai agenda menghadirkan empat saksi fakta terdiri atas tiga pejabat Polri yaitu AKBP Irsan, AKBP Hendi Kurniawan, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Bareskrim Budi Wibowo, dan plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Salah satu saksi, AKBP Irsan yang juga mantan penyidik KPK, menilai penetapan tersangka menyimpang karena jabatan Budi Gunawan sebagai Karobinkar bukan kewenangan KPK dengan alasan Budi

"Karobinkar bukan kewenangan KPK. Bukan penegak hukum," kata AKBP Irsan, usai dimintai keterangan. Menurut dia Pasal 11 Undang-undang KPK dikatakan lembaga antirasuah itu hanya berwenang pada penegak hukum, penyelenggara negara.

Advertisement

"Karobinkar itu eselon dua, bukan penyelenggara negara, dan bukan penegak hukum karena aadanya di internal [polri]," katanya.

Sidang Keempat, Romli Atmasasmita: Pimpinan KPK Mutlak 5 Orang

Pada Rabu (11/2/2015), sidang praperadilan Budi Gunawan kembali dimulai, namun tim kuasa hukum BG meminta kepada hakim agar pihaknya menayangkan rekaman siaran TV One saat penetapan tersangka Komjen BG oleh KPK. Setelah itu kuasa Hukum BG menghadirkan para saksi ahli di ruang persidangan, diantaranya Guru Besar Hukum Unpad Romli Atmasmita, Guru Besar Hukum Unpad I Gede Pantja Astawa, Guru Besar Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda dan Guru Besar Hukum Universitas Khairun Margarito Kamis. Sementara itu, Prof Romli Atmasasmita dalam kesaksiannya mengatakan perlunya lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mengambil keputusan terkait pemberantasan korupsi untuk menghindari abuse of power.

"Korupsi itu kejahatan yang luar biasa berkaitan dengan masyarakat luas menyangkut kerugian negara. Perlu lima pimpinan komisi," kata inisator Undang-undang KPK itu. Menurut dia ketika pimpinan tidak lengkap, maka tidak dibenarkan dalam mengambil keputusan. "Dalam pemahaman saya itu tidak dibenarkan sesuai asas kepatutan hukum. Alasan kinerja masih bisa dilakukan bukan alasan." Sidang Kelima, Penyelidik KPK: Penetapan Tersangka Cukup dengan Dua Bukti Permulaanp

Advertisement

Giliran kubu KPK memberikan pembuktian pada Kamis (12/2/2015). Pada hari itu KPK hanya menghadirkan satu saksi fakta di persidangan. Kuasa Hukum KPK Chatarina Muliana Girsang beralasan satu saksi sengaja dihadirkan agar lebih efisien dan menyesuaikan kebutuhan.

"Iya itu sesuai kebutuhan, kalau memang saksi satu dua menerangkan hal yg sama kan kekuatan pembuktiannya sama. Hanya itu-itu saja yang diterangkan," katanya.

Sebelumnya direncanakan mendatangkan tiga saksi, tapi pihaknya lebih menginginkan pembuktian proses penetapan. Menurut dia dalam KUHAP dijelaskan jika saksi menerangkan hal yang sama maka hanya dibutuhkan satu alat bukti, mengingat sedikitnya waktu.

Saksi yang diharikan pada hari itu adalah Iguh Sipurba, penyelidik KPK. Dia merupakan penyelidik yang menanganani perkara Komjen Pol. Budi Gunawan. Iguh mengatakan pihaknya tidak perlu meminta keterangan calon tersangka sebelum ditetapkan menjadi tersangka. “Dalam Pasal 44 [UU KPK] dikatakan penyelidikan bertujuan mengumpulkan dan menemukan bukti permulaan yang cukup sekurang-kurangnya dua," katanya, Kamis (12/2/2015).

Menurut dia penetapan tersangka bisa dilakukan asalkan dua alat bukti sudah sesuai satu sama lain, meski belum ditentukan belum didapati keterangan calon tersangka. "Alat bukti cukup tidak harus tanyakan calon tersangka," katanya.

Sidang Keenam, Saksi Ahli KPK: KPK Bersifat Self Regulator Body Keesokan harinya KPK langsung menghadirkan tujuh saksi, terdiri atas empat saksi ahli dan tiga saksi fakta, Jumat (13/2/2015). Empat saksi ahli diantaranya Pakar Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar, Pakar Filsafat Hukum Arif Sidharta, Dosen Hukum Acara Pidana Universitas Indonesia Junaedi, dan Pensiunan Jaksa Adnan Pasliadja.

Advertisement

Adapun saksi fakta yang dihadirkan masing-masing bernama Anhar Darwis pegawai BPKP terakhir bertugas di KPK Desember 2014, Dimas Adiputra pegawai KPK, dan Wahyu Dwi Raharjo pegawai KPK. Zainal Arifin Mochtar dalam kesaksiannya mengatakan KPK merupakan lembaga negara independen berciri self regulator body sehingga dimungkinkan mengatur sendiri termasuk perihal kolektif kolegial. Hal itu berlaku pula ketika pimpinan KPK saat ini yang hanya tersisa empat orang untuk mengambil keputusan. Maka dalam kondisi tersebut berlaku prinsip kuorum dengan syarat minimal tiga pimpinan. Karena di UU KPK tidak diatur secara jelas tentang mekanisme pengambilan keputusan kolektif kolegial. Menurut dia kolektif kolegial tidak harus diartikan mutlak lima orang pimpinan dalam mengambil keputusan. Karena pada situasi tersebut dimungkinkan adanya konflik kepentingan atau aturan dalam UU yang mengurangi jumlah pimpinan.

Kuasa Hukum BG Kesal

Kuasa hukum Budi Gunawan Frederich Yunadi sempat kesal dengan pernyataan pakar hukum tata negara itu saat meminta penjelasan terkait perbedaan kolektif kolegial dan bersama-sama. Zainal Arifin Mochtar memberikan jawabannya menggunakan perbandingan dengan UU Komisi Yudisial.

"Ini kan kasusnya di KPK, bukan di KY. Jangan disamakan dengan KY," katanya dengan nada tinggi.

22 Dokumen Barang Bukti KPK Selesai menghadirkan para saksi, kubu KPK pun menyerakan barang bukti sejumlah dokumen kepada hakim. "Semua dokumen terkait register penyerahan dari Humas terhadap pengembangan hasil laporan atas perkara Pak BG," kata Chatarina Muliana Girsang, Jumat (13/2/2015).

Selain itu, pihaknya juga telah menyerahkan laporan hasil penyelidikan dan laporan kejadian tindak pidana korupsi dan sejumlah dokumen terkait dalil pemohon. "Jumlahnya 22 atas dokumen dan rekaman rapat dengar pendapat di DPR yang menyatakan bahwa LHA yang KPK berikan ke Kapolri beda atas dalil pemohon."

Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan calon Kapolri yang juga Kepala Lembaga Pendidikan Polri Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka atas dugaan gratifikasi dan suap saat menjabat Kepala Pembinaan Karier Polri selama periode 2003 hingga 2006.

KPK menyangkakan Budi dengan pasal Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, atau Pasal 12B UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No.20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Advertisement
Adib Muttaqin Asfar - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif