by Setyo Aji Harjanto - Bisnis.com - Espos.id News - Selasa, 11 Mei 2021 - 08:33 WIB
Esposin, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menarik diri dari kelanjutan operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat. Proses hukum selanjutnya akan ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri.
Sebagai informasi, OTT Bupati Nganjuk pada Minggu (9/5/2021) malam pun tak dilakukan KPK sendirian. Namun menggandeng Bareskrim Polri. Dalam OTT tersebut, selain Novi Rahman, setidaknya ada tiga camat yang ikut diringkus KPK karena dianggap terlibat kasus dugaan jual beli jabatan yang menjerat sang bupati.
"Penyelesaian penanganan perkara akan dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Gufron, dalam konferensi pers, Senin (10/5/2021).
Kerja sama antara KPK dan Bareskrim ini bermula pada akhir Maret 2021, saat KPK menerima laporan adanya dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pengisian jabatan perangkat desa dan camat di lingkungan Pemkab Nganjuk, Jawa Timur.
Kerja sama antara KPK dan Bareskrim ini bermula pada akhir Maret 2021, saat KPK menerima laporan adanya dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pengisian jabatan perangkat desa dan camat di lingkungan Pemkab Nganjuk, Jawa Timur.
Baca Juga: Punya Harta Hingga Rp116 Miliar, Ini Profil Bupati Nganjuk yang Ditangkap KPK
Selanjutnya, saat unit Koordinasi dan Supervisi Penindakan KPK berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri diperoleh Informasi bahwa Bareskrim Mabes Polri juga menerima laporan pengaduan masyarakat yang sama terkait hal tersebut.
Wakil Ketua KPK Nurul Gufron menuturkan Novi diduga menerima suap dalam kasus lelang jabatan. "Diduga TPK dalam lelang jabatan, detailnya kita sedang memeriksa, bersabar dulu nanti kita ekspose (gelar perkara)," kata Ghufron, Senin.
Baca Juga: DPW PKB Jatim Tak Akui Bupati Nganjuk Kader Mereka
"Habis manis sepah dibuang. Ketika dulu pencalonan PKB dan PDIP saling klaim dalam mendukung NRH. Namun ketika terkena kasus korupsi mereka lempar tanggung jawab. Ini menandakan bahwa ketika pencalonan dulu diperebutkan karena NRH banyak fulusnya," ujar peneliti politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin, Senin (10/5/2021).
Menurutnya kedua partai politik itu harus bertanggung jawab kepada masyarakat karena mereka menjadi partai pengusung Novi Rahman. Jangan hanya tampil saat Novi Rahman berhasil dalam mengelola wilayah.
"Partai-partai politik hanya ingin enaknya. Ketika berkasus, tak mau pikul tanggung jawab. Mesti gentle, mesti bertanggung jawab mengakui kesalahannya. Dan meminta maaf ke publik," katanya.
Baca Juga: Tajir, Bupati Nganjuk Punya 36 Perusahaan, 120 BPR, dan 40.000 Karyawan
"Jadi satu hal penting, kepala daerah, dia sebelumnya bukan menjadi kader partai, tapi jadi kader partai setelah jadi kepala daerah untuk kebutuhan partai sendiri. Anies Baswedan (Gubernur DKI), pernah ditanya (bakal masuk partai mana), Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat) juga pernah ditanya, istilahnya untuk menderek suara partai dalam pemilu atau pilkada," kata Aditya.
Namun, kondisi berubah saat kepala daerah terkena kasus korupsi. Partai politik benar-benar meninggalkan Novi.
"Mereka blak-blakan ngaku butuh figur untuk menguatkan. Saya aneh, ketika urusan korupsi malah lempar sana, lempar sini. Padahal itu tanggung jawab partai yang bersangkutan. Jangan hanya klaim saat menangnya saja. Istilahnya habis manis sepah dibuang," katanya.