news
Langganan

KASUS KORUPSI KONDENSAT : JK: Kasus PT TPPI Tak Perlu Dipidanakan - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Lavinda Jibi Bisnis  - Espos.id News  -  Sabtu, 13 Juni 2015 - 14:36 WIB

ESPOS.ID - Wakil Presiden Jusuf Kalla (tengah). (JIBI/Solopos/Antara/Andika Betha)

Kasus korupsi kondensat yang ditangani Bareskrim Polri dinilai berbeda oleh Jusuf Kalla.

Esposin, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai pelanggaran yang dilakukan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) hanya sebatas kasus utang piutang yang tidak perlu ditindak sebagai kasus pidana. Menurut Jusuf Kalla (JK), persoalan utama kasus dugaan korupsi kondensat PT TPPI ialah pelanggaran kewajiban pelunasan utang perseroan kepada PT Pertamina (Persero). Masalah akan selesai ketika perseroan menjalankan kewajibannya melunasi utang tersebut. “Kesalahannya adalah kewajiban PT TPPI tidak dilunasi, bukan prosesnya. Jadi kalau dibayar segera. ya bisa selesai, berarti tidak perlu dipidana, kan utang piutang ini,” ujarnya, Jumat (12/6/2015) sore. Dia menjelaskan, sejak awal Pertamina bekerja sama dengan PT TPPI yang mayoritas sahamnya dimiliki pemerintah dengan azas saling membantu. Kedua pihak perusahaan menyepakati sebuah kontrak dagang yang harus dipatuhi keduanya. “Pertamina memenuhi kewajibannya memberi kondensat, tapi ini TPPI tidak melaksanakan kewajiban untuk menyerahkan hasil kondensat itu dalam bentuk bensin dan minyak tanah,” paparnya.

Advertisement

Sebelumnya, Direktorat Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menemukan sejumlah dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan TPPI, BP Migas, dan Kementerian ESDM. Di antaranya adalah adanya penunjukan langsung TPPI oleh BP Migas untuk menjual kondensat, dan pelanggaran TPPI terhadap kebijakan wakil presiden untuk menjual kondensat ke Pertamina. Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan Jusuf Kalla memimpin rapat penyelamatan TPPI pada 2008 lalu. Dalam rapat tersebut dibahas pula cara penyelamatan TPPI dengan meminta Pertamina memberikan kondensat pada perusahaan tersebut. Atas dasar rapat itu, dia mengaku menandatangani persetujuan tata cara pembayaran kondensat. Pengambilan kebijakan itu kemudian membuat Sri Mulyani menjadi terperiksa atas diduga tindak pidana korupsi. Penyidik memperkirakan kerugian negara akibat dugaan korupsi tersebut bisa mencapai US$139 juta atau sekitar hampir Rp2 triliun.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Adib Muttaqin Asfar - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif