by Lukmanul Hakim Daulay Jibi Bisnis - Espos.id News - Kamis, 27 Maret 2014 - 17:11 WIB
Esposin, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), KMS Roni, mengaku pihaknya telah mengagendakan 66 saksi untuk dihadirkan pada sidang kasus pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Nama Wakil Presiden Boediono termasuk salah satu dari 66 saksi yang telah dipersiapkan itu.
Salah satu saksi yang akan dihadirkan, kata Roni, adalah Wakil Presiden Boediono. Di mana, saat dana bailout Century dikucurkan ia menjabat Gubernur Bank Indonesia. "Setidaknya saksi ada 66 orang. Iya, [Boediono] ada dalam daftar," ujar Roni di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/3/2014).
Sebelumnya dalam sidang Dakwaan Budi Mulya, nama Wapres Budiono sempat disebut-sebut. Budi Mulya didakwa bersama-sama Boediono, yang kala kasus itu bergulir sebagai Gubernur BI, terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek Bank Century.
"Terdakwa selaku Deputi Gubernur BI menyalahgunakan wewenang dalam jabatannya secara bersama-sama dengan Boediono selaku Gubernur BI, Miranda S. Goeltom selaku Deputi Senior BI, Siti Fadjriah selaku Deputi Gubernur Bidang VI, Budi Rochadi, almarhum selaku Deputi Gubernur Bidang 7, Robert Tantular, dan Harmanus H Muslim," ujar JPU saat membacakan surat dakwaan Budi.
Dakwaan sekitar 180 halaman itu disusun secara kumulatif, yaitu primer dan subsider. Budi selaku Deputi Gubernur BI Bidang 4 Pengelolaan Moneter dan Devisa saat itu diduga melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan berlanjut secara melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, sehingga merugikan keuangan negara.
Ia diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Ia juga diduga melakukan penyalahgunaan wewenang sebagaimana Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Akibat perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian Rp 7,45 triliun, menurut perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).