by Muhammad Khadafi Jibi Bisnis - Espos.id News - Minggu, 29 Mei 2016 - 17:31 WIB
Esposin, JAKARTA -- Terpidana dalam perkara korupsi dana BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) Samadikun Hartono membayar cicilan pertama pekan ini, Selasa (31/5/2016). Setelah telah disepakati oleh kejaksaan bahwa dia membayar kerugian negara dengan cara mencicil sebanyak empat kali dalam empat tahun.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung, orang yang sebelumnya telah buron selama 13 tahun itu diwajibkan mengganti kerugian negara sebesar Rp169 miliar. "Keluarganya sudah sepakat, Selasa [31/5/2016] mulai dibayar cicilan pertama sebesar Rp42 miliar,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Hermanto, Sabtu (28/5/2016).
Seperti yang telah disepakati sebelumnya, cicilan tersebut dilakukan dengan jaminan sertifikat tanah dan rumah di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Selain itu, Samadikun juga menjaminkan sebidang tanah di Cipanas, Jawa Barat, serta BPKB mobil Mercedes-Benz.
Ketiga jaminan tersebut menurut Hermanto telah diserahkan kepada jaksa eksekutor. Hermanto mengatakan bahwa akan menyita dan melelang jaminan tersebut apabila Samadikun tak melunasi kewajibannya.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah menjelaskan bahwa tidak masalah pembayaran ganti rugi ke negara dicicil. Sebab yang terpenting negara tetap mendapatkan uang pengganti.
Sebelumnya, dia pernah meminta Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat untuk mempercepat proses cicilan. Dia mau pembayaran lunas sebelum masa pidana empat tahun Samadikun selesai. Malah sebelumnya, Kejaksaan Agung meminta pelunasan dalam waktu empat bulan.
Adapun buron BLBI sejak 2003 itu kini sudah berada di Lembaga Pemasyarakatan Salemba. Selain diwajibkan membayar ganti rugi, dia juga divonis empat tahun penjara. Samadikun divonis bersalah menyelewengkan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk penyehatan PT Bank Modern Tbk dalam kapasitasnya sebagai komisaris utama.
PT Bank Modern Tbk menerima BLBI dalam bentuk Surat Berharga Pasar Uang Khusus (SBPUK), fasilitas diskonto, dan dana talangan valas sebesar Rp2,5 triliun. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk penyelamatan Bank Modern yang terkena krisis moneter pada akhir masa pemerintahan Soeharto.