news
Langganan

Jelang Pendaftaran Capres-Cawapres, Greenpeace Serukan Pemilu Tanpa Oligarki - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia | Espos.id

by Mariyana Ricky P.d  - Espos.id News  -  Jumat, 6 Oktober 2023 - 18:43 WIB

ESPOS.ID - Gurita ‘Monster Oligarki’ menduduki kolam Bundaran HI di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat pada Jumat (6/10/2023) pagi. Dengan tentakel-tentakelnya, ‘Monster Oligarki’ mencengkeram tiga manekin yang menyerupai figur politikus yang ingin maju sebagai calon presiden di Pemilu 2024. © Jurnasyanto Sukarno / Greenpeace

Esposin, JAKARTA — Tahapan Pemilu 2024 yang akan memasuki momen pendaftaran calon presiden dan wakil presiden pada 19 Oktober mendatang, Greenpeace mengajak publik untuk mewaspadai oligarki yang menyelinap di belakang para kandidat.

Selain itu mengajak bersama-sama menyerukan #PemiluTanpaOligarki dan #PilihBumiBukanOligarki. Ajakan itu disampaikan lewat aksi membentangkan balon gurita yang menggambarkan Monster Oligarki kolam Bundaran HI di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (6/10/2023) pagi.

Advertisement

Monster Oligarki itu digambarkan mencengkeram tiga manekin yang menyerupai figur politikus yang ingin maju sebagai calon presiden di Pemilu 2024. 

“Kami juga mendesak para capres-cawapres memiliki komitmen yang serius dan konkret untuk berpihak kepada rakyat dan melepaskan diri dari agenda-agenda oligarki,” kata Iqbal Damanik, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, dalam rilis yang diterima Esposin,

Advertisement

“Kami juga mendesak para capres-cawapres memiliki komitmen yang serius dan konkret untuk berpihak kepada rakyat dan melepaskan diri dari agenda-agenda oligarki,” kata Iqbal Damanik, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, dalam rilis yang diterima Esposin,

Iqbal meminta capres dan cawapres menunjukkan komitmen itu dalam dokumen visi-misi yang diserahkan ke KPU. 

“Rakyat sudah merasakan dampak buruk dari menguatnya kekuatan ekonomi-politik oligarki di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, seperti terancamnya demokrasi dan pelindungan lingkungan hidup, serta perampasan ruang hidup masyarakat adat dan kelompok rentan lainnya,”  imbuhnya.

Advertisement

Perserikatan Bangsa-Bangsa bahkan menyebut Bumi sudah memasuki era pendidihan global atau global boiling.

Para pemimpin yang menjabat hari ini dan di masa mendatang harus berkomitmen melakukan aksi iklim yang serius, nyata, dan ambisius demi menyelamatkan Bumi.

Di sisi lain, pemilu kerap kali menjadi momentum bagi oligarki untuk melanggengkan pengaruh dan kekuasaan mereka. 

Advertisement

Mereka berinvestasi dengan membiayai para kandidat calon presiden dan calon wakil presiden, calon anggota legislatif, calon kepala daerah, partai politik, bahkan dengan ikut maju di pemilu. 

Kepentingan oligarki sudah begitu kuat mencengkeram tata kelola pemerintahan di Indonesia dan membajak proses pembuatan kebijakan. Pengesahan serangkaian regulasi bermasalah.

Seperti revisi Undang-Undang KPK, UU Minerba, UU Mahkamah Konstitusi, dan UU Cipta Kerja menjadi buktinya. 

Advertisement

Begitu juga kebijakan bermasalah lain yang diduga menguntungkan pengusaha di lingkaran kekuasaan, seperti dibukanya keran izin ekspor pasir laut, masuknya batu bara dan sawit dalam taksonomi hijau, hingga yang berkedok proyek strategis nasional seperti pembangunan lumbung pangan (food estate), wisata premium Pulau Komodo, dan Rempang Eco City.

Tiga tahun sudah masyarakat sipil menolak UU Cipta Kerja dengan pelbagai cara, hingga yang teranyar pada 2 Oktober lalu Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan mengecewakan yang menetapkan regulasi itu berlaku. 

Dampak buruk UU Cipta Kerja bagi warga pun sudah tampak di depan mata. Sejumlah konflik agraria yang terjadi belakangan ini, seperti di Wadas dan Rempang, tak terlepas dari UU Cipta Kerja yang telah memberikan kemudahan pengadaan lahan dan pembangunan atas nama proyek strategis nasional. 

“Situasi ekonomi politik yang ada saat ini barangkali membuat kita putus asa. Namun, bersama kita bisa berjuang untuk mengubah keadaan,” kata Iqbal.

Ia mengajak masyarakat untuk bersama-sama menggugat para capres-cawapres, calon kepala daerah, hingga partai politik untuk melepaskan diri dari cengkeraman oligarki dan berpihak pada rakyat, serta memiliki agenda mengatasi krisis iklim. 

“Greenpeace meyakini kekuatan rakyat yang akan menggunakan hak politiknya di Pemilu 2024 akan mampu melemahkan kekuatan oligarki dan menyelamatkan bumi,” tandasnya.

Advertisement
Mariyana Ricky P.D - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif