by Newswire - Espos.id News - Rabu, 19 Oktober 2022 - 14:26 WIB
Esposin, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap peran Brigjen Pol Hendra Kurniawan dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Atas keterlibatannya itu, Hendra didakwa dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Brigjen Hendra Kurniawan merupakan satu dari tujuh tersangka dalam pidana penghalangan keadilan atau obstruction of justice yang disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022).
Dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU secara bergantian, Hendra berperan dalam pergantian DVR kamera pemanntau atau CCTV yang merekam semua kejadian di sekitar kompleks tempat tinggal Ferdy Sambo di Duren Tiga Jakarta Selatan.
Hendra juga mengetahui jika salah satu CCTV menampilkan tayangan Brigadir J yang masih hidup setelah Ferdy Sambo tiba di rumah dinasnya. Tayangan CCTV itu berbeda dengan kronologi kejadian yang sudah diskenariokan Ferdy Sambo.
Baca Juga: Sidang Perdana Kasus Obstruction of Justice Hendra Kurniawan di PN Jaksel
Ketua Manjelis Hakim Ahmad Suhel lalu menanyakan kepada Hendra Kurniawan, apakah mengerti maksud dari dakwaan JPU tersebut.
"Saya mengerti, dan untuk eksepsi saya serahkan kepada kuasa hukum," kata Hendra di hadapan majelis hakim.
Sementara itu kuasa hukum Hendra Kurniawan, Henry Yosodiningrat mengaku tidak akan melakukan eksepsi untuk surat dakwaan tersebut.
Dalam persidangan itu, jaksa menyampaikan dakwaan primer kesatu, Hendra Kurniawan didakwa dengan Pasal 49 juncto Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Baca Juga: Ini Pernyataan Lengkap Bharada E Usai Sidang Kasus Pembunuhan Brigadir J
Selanjutnya dakwaan primer kedua, Pasal 233 KUHPidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, subsider Pasal 221 ayat (1) ke-2 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Ancaman hukuman jika memenuhi unsur Pasal 32 ayat (1) dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 miliar.