news
Langganan

Di Hadapan Hakim, JK Bela Eks-Dirut Pertamina, Sebut Bisnis Rugi Hal Biasa - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Newswire  - Espos.id News  -  Kamis, 16 Mei 2024 - 15:27 WIB

ESPOS.ID - Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla atau JK saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (16/05/2024). (ANTARA/Agatha Olivia Victoria)

Esposin, JAKARTA — Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla atau JK saat menjadi saksi meringankan (a de charge) dalam sidang kasus korupsi mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Karen Agustiawan, mengaku bingung Karen menjadi terdakwa korupsi.

Pasalnya, menurut dia, Karen hanya menjalankan tugas sebagai Dirut Pertamina saat melakukan pengadaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) di Pertamina pada 2011-2014.

Advertisement

"Saya bingung kenapa Karen jadi terdakwa, bingung, karena dia menjalankan tugasnya," ujar JK dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (16/5/2024), dilansir Antara.

Pengadaan LNG, kata dia, dilakukan Karen berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, yang ditujukan kepada PT Pertamina.

Dalam aturan itu, JK menyebutkan terdapat instruksi untuk Pertamina agar mencapai sasaran kebijakan energi nasional, antara lain mewujudkan energi (primer) mix yang optimal pada 2025, dengan peranan gas bumi menjadi lebih 30 persen terhadap konsumsi energi nasional.

Advertisement

Dia menjelaskan, instruksi tersebut juga seiring dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.

"Saya ikut membahas hal ini karena kebetulan saya masih di pemerintahan saat itu," tuturnya.

Untung-Rugi Hal Biasa

Dia juga menilai dakwaan kerugian negara yang dilayangkan kepada Karen murni merupakan permasalahan bisnis. "Untung atau rugi itu biasa aja. Kalau semua harus untung, ya bukan bisnis namanya," ujar JK.

Advertisement

Dengan demikian, dirinya menyebutkan apabila seorang pimpinan atau dirut membuat suatu kebijakan, hal tersebut bukan termasuk perbuatan kriminal. Tetapi, ia menegaskan langkah itu selama dilakukan dengan tidak menguntungkan diri sendiri.

JK berpendapat dalam suatu langkah bisnis, hanya terdapat dua kemungkinan yang akan terjadi, yakni untung atau rugi.

Apabila semua perusahaan yang merugi harus dihukum, maka seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karya harus dihukum dan akan menghancurkan sistem.

Ia menuturkan kebijakan pengadaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) oleh Karen disusun oleh pemerintahannya, dimana kebijakan itu bersifat jangka panjang.

Advertisement

Untuk itu, sambung dia, pemerintah harus menyeimbangkan antara kebutuhan dan pasokan LNG, sehingga membutuhkan tambahan pengadaan dari luar negeri, khususnya karena Indonesia juga mengekspor LNG.

"Hanya ruginya 2 tahun kan, kenapa mestinya 2 tahun didakwakan? Harus jangka panjang ini," ucap dia menegaskan.

Kronologi Kasus Karen Agustiawan

Sebelumnya, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada 2011-2014.

Advertisement

Mantan Dirut PT Pertamina itu didakwa memperkaya diri sebesar Rp1,09 miliar dan sebanyak 104.016 dolar AS atau setara dengan Rp1,62 miliar, serta memperkaya suatu korporasi, yaitu perusahaan AS, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) senilai 113,84 juta dolar AS atau setara dengan Rp1,77 triliun, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.

Selain itu, Karen turut didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.

Karen juga disebut tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris Pertamina dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG CCL Train 1 dan Train 2, serta memberikan kuasa kepada Yenni Andayani selaku Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina 2013-2014 dan Hari Karyuliarto selaku Direktur Gas Pertamina 2012-2014.

Keduanya diberi kuasa untuk masing-masing menandatangani LNG SPA (Sales and Purchase Agreement) CCL Train 1 dan Train 2, meski belum seluruh Direksi Pertamina menandatangani Risalah Rapat Direksi (RRD) untuk LNG SPA CCL Train 1 dan tanpa didukung persetujuan direksi untuk LNG SPA CCL Train 2.

Untuk itu, Karen didakwa melakukan perbuatan yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Advertisement
Advertisement
Mariyana Ricky P.D - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif