by Newswire - Espos.id News - Kamis, 2 April 2020 - 07:00 WIB
Esposin, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menyebut keputusan darurat kesehatan terlambat. Presiden Joko Widodo atau Jokowi menetapkan Darurat Kesehatan melalui Keputusan Presiden No 11/2020.
Sebab, menurutnya, keputusan itu baru diambil pemerintah setelah banyaknya jumlah pasien yang positif virus Corona (Covid-19) dan orang yang meninggal dunia.
Yusril melihat keputusan Jokowi itu diambil satu bulan setelah adanya dua pasien Covid-19 perdana di Indonesia pada 2 Maret lalu. Dari dua pasien, total pasien melonjak naik hingga ribuan orang dan ratusan orang meninggal dunia.
Istana: Pemerintah Putuskan Mudik Tidak Dilarang
Istana: Pemerintah Putuskan Mudik Tidak Dilarang
"Pernyataan Darurat Kesehatan yang nampak sudah terlambat ini disusul dengan terbitnya PP No 21/2020 yang mengatur pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada tanggal dan hari yang sama. PP ini berisi pelaksanaan sebagian isi UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, khusus mengenai PSBB saja, tidak mengenai materi yang lain," kata Yusril melalui keterangan tertulisnya, Rabu (4/1/2020).
Dengan adanya PP PSBB tersebut, pemerintah daerah, kabupaten, kota dan provinsi dengan persetujuan Menteri Kesehatan dapat memutuskan daerahnya menerapkan PSBB. Artinya, daerah memiliki wewenang untuk melakukan “pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu”.
Larangan Mudik Lambat Diputus, Luhut: Amerika Aja Tak Menduga
Selain Darurat Kesehatan yang terlambat, PP tentang PSBB juga mengandung kelemahan. Yusril juga tidak melihat PP No 21/2020 itu mengatur apakah pemerintah daerah bisa meminta bantuan polisi/TNI membatasi mobilitas orang dan barang.
Di UU No 6/2018 tentang Karantina Kesehatan juga tidak ada pemberian kewenangan kepada polisi untuk mengawasi keluar masuknya orang di daerah yang memberlakukan PSBB. Kata Yusril, Pemda hanya dapat mengerahkan Satpol PP yang berada di bawah naungan Pemda.
Karantina Wilayah atau PSBB Harus Izin Menkes Terawan, Tapi di Mana Dia?
Darurat Kesehatan yang terlambat itu masih diiringi pengulangan kebijakan yang tidak efektif. Yusril mengkritik PP No 21/2020 yang dianggapnya hanya mengulang apa yang sudah diatur dalam UU No 6/2020. PSBB dilaksanakan paling sedikit dalam bentuk peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
Mantan Menkumham era Megawati Soekarnoputri tersebut mengatakan tiga poin itu sudah dilaksanakan oleh daerah sebelum adanya PSBB. Akan tetapi, meski sudah dilaksanakan, nyatanya tidak mampu membatasi penyebaran Covid-19.
Heboh SE Penutupan Jabodetabek, Ini Klarifikasi Kemenhub
"Menjelang akhir bulan Maret, tinggal dua provinsi yang belum ada pasien positif Corona yakni Bengkulu dan Bangka-Belitung. Pas tanggal 31 Maret dua provinsi itu ternyata tak mampu bertahan menghadapi wabah yang ganas ini," kata dia.
Karena sudah terlambat, semestinya Darurat Kesehatan juga diiringi langkah yang lebih jauh. Pertanyaannya, apabila dalam dua pekan ke depan PSBB tidak efektif, apakah Pemerintah mau mengumumkan keadaan bahaya dengan Darurat Sipil? Itu memang ada dalam Perpu No 23/1959. Namun menurut Yusril, opsi tersebut juga tidak akan menyelesaikan masalah.
Omnibus Law Mendadak Muncul di Perppu Corona Jokowi
"Jika keadaan makin memburuk dugaan saya, pemerintah tidak akan punya pilihan lain kecuali menerapkan karantina wilayah. Sebuah konsep yang mendekati konsep lockdown yang dikenal di beberapa negara, dengan segala risiko ekonomi, sosial dan politiknya," ujarnya.
"Karena itu selama masa penerapan PSBB ini, saya sarankan agar Pemerintah mulai bersiap-siap menghadapi risiko terburuk. Kalau akhirnya tidak punya pilihan lain menghadapi wabah virus Corona, kecuali memilih menerapkan karantina wilayah. Jika pandemi ini ternyata tidak mampu dihadapi dengan PSBB."