news
Langganan

Cerita Eyang Tarwo dan Tari Golek Montro yang Melewati Empat Generasi   - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Dhima Wahyu Sejati  - Espos.id News  -  Sabtu, 6 Januari 2024 - 08:37 WIB

ESPOS.ID - Sejumlah penari perempuan dari abdi dalem Mangkunegaran menarik perhatian pengunjung ketika memperagakan Tari Gambyong di Pendapa Ageng Mangkunegaran Rabu (3/1/2024). (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati)

Esposin, SOLO – Sudah menjadi rutinitas, setiap Rabu Kemantren Langenpraja Pura Mangkunegaran selalu menggelar latihan tari di Pendopo Ageng. Latihan tari itu biasanya diikuti para penari dari abdi dalem. Baik penari laki-laki maupun perempuan, mereka memeragakan tari khas Pura Mangkunegaran yang jumlahnya tidak sedikit itu. 

Seperti pada Rabu (3/1/2024), delapan perempuan abdi dalem Pura Mangkunegaran menarik perhatian pengunjung dan wisatawan ketika memperagakan Tari Gambyong. Dari jarak yang dekat, empu tari gaya Mangkunegaran, Suyati Tarwo Sumosutargio nampak mengamati setiap gerakan para penari.

Advertisement

Sembari duduk di kursi roda, perempuan yang biasa disapa Eyang Tarwo itu ikut memeragakan tari dengan tempo yang cukup pelan. Tarwo waktu itu juga merias diri dengan mengenakan batik motif bunga, jarik, serta selempang yang diikat di lingkar perutnya. Sesekali, tangannya menggerak-gerakan jarik sesuai iringan gendhing. 

Eyang Tarwo yang kini sudah beranjak usia 91 tahun itu merupakan sosok penting di dunia tari tradisi. Perempuan kelahiran 27 Mei 1933 itu mewarisi sekaligus dan menjaga agar tari gaya Mangkunegaran lestari hingga sekarang. 

Abdi Dalem Mangkunegaran

Sebutan sebagai maestro dan sosok penting penjaga tari tradisi Mangkunegaran tidak berlebihan, apalagi Eyang Tarwo sudah belajar tari sejak usianya masih 10 tahun di Pura Mangkunegaran. Artinya itu sudah 80 tahun berlalu. Kira-kira sekitar 1943 dirinya sudah menari, yang kala itu KGPAA Mangkunagoro VII masih bertahta. 

Hingga kini, ketika KGPAA Mangkunagoro X naik tahta dirinya tetap setia mengawal dan mengajarkan kesenian tari tradisi gaya Mangkunegaran. Dia melewati empat generasi. 

Advertisement

Sebelum belajar di Mangkunegaran, sebetulnya dia sudah belajar tari dari Ki Demang Panco Sewoko yang merupakan seorang penari sekaligus abdi dalem Pura Mangkunegaran.

“Itu dulu zaman Kanjeng Gusti Mangkunagoro VII itu sering tegar di kampung-kampung, Saat itu tetangga saya ada yang jadi abdi dalem, terus saya disuruh latihan ke Mangkunegaran. Di sini saya belajar tari macam-macam,” kata dia kepada Esposin dengan suaranya yang lirih, Rabu (3/1/2024).

Kecintaannya pada tari tradisi membuat Eyang Tarwo mau secara konsisten dan disiplin mempelajari sejumlah tari gaya Mangkunegaran. Dia tergerak karena merasa terpanggil. Tidak ada niat lain selain mengabdikan dirinya di bidang seni tari tradisi.

Ndak melik uang, ndak miliha apa [bukan karena uang, bukan karena apapun], pokoknya menari itu aja,” kata dia, yang kemudian mendapat penghargaan dari Pura Mangkunegaran dengan gelar Kanjeng Raden Nganten Tumenggung (K.R.Ng.T.).

Advertisement

 Tari gaya Mangkunegaran yang dipelajari Eyang Tarwo itu memiliki karakteristik tersendiri. Hal itu tergambar dari gerakannya yang memadukan tari gaya Surakarta dan tari gaya Yogyakarta. 

Irisan gaya Surakarta dan gaya Yogyakarta itu tergambar melalui salah satu tari Mangkunegaran, yakni Golek Montro. Tidak hanya dari segi gaya, sejarahnya pun beririsan antara Mangkunegaran dan Keraton Yogyakarta.

Waktu itu, ketika Mangkunegara VII mempersunting G.R.A. Mursudarijah—kelak menyandang gelar G.K.R. Timur–-yang merupakan putri Keraton Yogyakarta. Pernikahan yang ‘menyatukan’ dua wangsa Mataram itu berlangsung pada 6 September 1920.

Empu tari gaya Mangkunegaran, Suyati Tarwo Sumosutargio (duduk di kursi roda) bersama sang cucu yang juga muridnya, Citra Wahyu Arsiani (tengah berdiri) beserta dua muridnya yang lain Ina Vivana Putri (kiri) dan Sri Hastuti (kana) selepas latihan tari di Pendapa Ageng Mangkunegaran, Rabu (1/3/2023). (Esposin/Dhima Wahyu Sejati)
Advertisement

Untuk merayakan hari bahagia itu, Kesultanan Yogyakarta memberikan hadiah berupa tarian, diantaranya Tari Golek Lambang Sari, Tari Golek Clunthang, dan Tari Golek Montro.

Mangkunagoro VII kemudian menyesuaikan tiga tari tersebut dengan gaya Mangkunegaran. Tari itu diwariskan hingga empat generasi dan masih lestari hingga masa Mangkunagoro X naik tahta. 

Tari tersebut menceritakan tentang seorang putri keraton yang sedang bersolek atau berhias untuk menyambut tamu kerajaan. GRAj. Ancillasura Marina Sudjiwo yang juga akrab disapa Gusti Sura, yang tak lain adalah adik kandung KGPAA MN X, menjelaskan Tari Golek Montro merupakan tari pembukaan dalam setiap acara-acara penting.

“Jadi tarian ini selalu ditarikan di awal acara sebagai penyambutan tamu. Golek Montro ini berisikan doa-doa supaya acara yang berlangsung bisa berjalan dengan lancar dan baik,” kata dia dalam acara diskusi bertajuk Percakapan Bersama Maestro oleh Kemendikbudristek di GKJ, Jumat (22/12/2023).

Advertisement

Gusti Sura menjelaskan terdapat pemaknaan yang berbeda mengenai arti kata montro. Kata montro sendiri bisa diartikan sebagai mantra atau doa. Lalu menurutnya ada juga yang mengartikan kata montro sebagai kembang timun. Dia mengatakan sampai saat ini juga masih mencari mana yang bisa menjadi acuan.

“Tapi setelah kami resapi, [makna keduanya] hampir sama, karena kalau makna dari kembang timun itu kan membawa senang atau bahagia, sementara montro yang berarti doa kan bisa berarti hal baik. Jadi bisa kami simpulkan bahwa dua arti yang baik, doa supaya acara yang berjalan dengan lancar itu pun membawa kebahagian tersendiri,” kata dia.

15 Menit

Penari dari abdi dalem Mangkunegaran, Citra Wahyu Arsiani menjelaskan tari Golek Montro dipentaskan biasanya kurang lebih selama 45 menit. Namun lantaran kebutuhan panggung, dia menjelaskan Eyang Tarwo membuat versi cekak atau versi pendek yang durasinya hanya kurang lebih 26 menit. Selain itu ada juga versi aburan yang lebih pendek yang hanya sekitar 15 menit.

“Eyang membuat versi ini karena seiring waktu banyak yang meminta untuk diperpendek,” kata cucu Eyang Tarwo itu.

Citra menjelaskan Tari Golek Montro merupakan tari ringan yang bisa dipentaskan di mana pun. Tari ini bisa dibawakan tunggal maupun berkelompok. Menurut Citra, tidak ada persiapan khusus kecuali latihan untuk menyamakan rasa jika tari gaya Mangkunegaran itu dibawakan secara kelompok.

“Kalau dibawakan tiga, empat, atau lebih perlu latihan supaya rasa para penari ini bisa menyatu, jadi menyamakan gerak tangan, menyamakan polatan, supaya rasa yang kita tampilkan itu bisa tersampaikan ke penonton,” kata dia.

Selain itu, Citra menyebut semua orang bisa menarikan Tari Golek Montro tanpa batas usai. Penari juga tidak disyaratkan dari keturunan keraton, melainkan orang kebanyakan juga bisa turut serta.  

Advertisement

Tari Golek Montro hanya sebagian kecil dari kekayaan seni dan budaya yang tersimpan di Pura Mangkunegaran. Ini sekaligus menjadi gambaran kekayaan kebudayaan yang ada di Indonesia, serta menjadi bagian penting yang perlu dirawat.

Panggung Maestro

Belum lama ini, tari Golek Montro dipentaskan di acara Panggung Maestro II yang diadakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ),  Kamis-Jumat (21-22/12/2023) lalu.

Panggung Maestro II diinisiasi oleh Yayasan Taut Seni, sebuah yayasan yang memiliki komitmen melakukan kerja kebudayaan dengan mengangkat maestro kembali ke panggung.

Pada momen tersebut, kita diingatkan kembali bahwa seni tari merupakan bentuk seni pertunjukan yang lebih menekankan pada aspek performatif dan tidak sama dengan seni lain yang identik dengan hal yang bersifat material (objek). 

Sehingga pendukungan terhadap kegiatan ini tidak hanya bertujuan untuk memastikan kelancaran pertunjukan, tetapi juga turut serta melakukan kerja-kerja pengarsipan repertoar tari para Maestro melalui perekaman audio visual.

Kisah menarik dari sang maestro tari K.R.Ng.T Suyati Tarwo Sumosutargio berikut karyanya yang fenomenal itu akan diabadikan dalam sebuah platform audio visual milik Kemendikbudristek, Indonesiana.TV. Tidak hanya K.R.Ng.T Suyati Tarwo Sumosutargio, tapi juga maestro tari dari daerah lain yang beberapa waktu lalu berkesempatan unjuk karya dan kekayaan tradisi di Panggung Maestro II akan menjadi sebuah tayangan menarik di kanal MaestroIndonesiana.TV. 

Mengabadikan kisah dan karya mereka di platform digital diharapkan menjadi upaya nyata dalam menjaga kiprah mereka, memperkenalkan kepada generasi muda, merawat dan mengembangkan kesenian tradisional Indonesia.

Advertisement
Dhima Wahyu Sejati - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif