by Dika Irawan Jibi Bisnis - Espos.id News - Jumat, 9 Oktober 2015 - 16:35 WIB
Esposin, JAKARTA - Tiga polisi yang diduga menerima gratifikasi tambang ilegal di desa Selok Awar-Awar, Pasirian, Lumajang, ditengarai baru enam bulan melakukan aksinya.
"Tapi pertambangannya semenjak 2014. Bukan polisi saja macam-macam wartawan ada minta jatah preman. Tidak boleh begitu makanya kami periksa [tiga polisi itu]," kata Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Pol. Budi Winarso di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (9/10/2015).
Ketiga polisi itu, kata Winarso, adalah Kepala Kepolisian Resort, Badan Pembinaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, dan Kepala Unit Reserse.
Menurut Winarso, Kanit Serse sebenarnya tahu tambang itu ilegal, tapi dibiarkan. "Itu ramai-ramailah," kata dia.
Winarso mengatakan ketiga polisi tersebut sudah menjalani pemeriksaan. Tetapi untuk pemberian sanksi kode etik masih menunggu putusan pidana pembunuhan, tambang ilegal, dan ketidakdisiplinan.
"Iya kami internalnya saja. Tapi menunggu yang ini selesai dulu," kata dia.
Winarso juga membantah polisi membiarkan laporan ancaman pembunuhan terhadap aktivis Salim alias Kancil. Malah, ujarnya, laporan tersebut sudah ditangani. "Katanya laporan tidak ditangani, itu ditangani," katanya menegaskan.
Seperti diberitakan tiga polisi itu yakni Babinkamtibmas Aipda SP, Kanit Reskrim Ipda SH, dan Kapolsek Pasirian AKP S. diduga menerima uang dari Kades Haryono, tersangka dalam kasus pembunuhan petani sekaligus aktivis penolak tambang, Salim Kancil, dan kasus penambangan ilegal.