news
Langganan

Ade Armando Sebut BEM UI Lemah Logika soal King of Lip Service - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Nindya Aldila  - Espos.id News  -  Rabu, 30 Juni 2021 - 04:20 WIB

ESPOS.ID - Ade Armando. (Istimewa/Liputan6.com)

Esposin, JAKARTA — Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Ade Armando menyebut adanya empat bukti adanya kelemahan logika BEM UI dalam menjuluki Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai King of Lip Service.

Seperti diketahui, unggahan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) pada Minggu (27/6/2021) membuat ramai dunia maya lantaran menyebut Presiden Joko Widodo is the king of lip service.

Advertisement

Mereka menyebut Presiden Jokowi mengobral janji tanpa menepatinya dan menyebut beberapa beleid kontroversial, seperti revisi UU ITE, UU KPK, dan ancaman represi yang dihadapi oleh kaum pelajar. "Kayaknya anak-anak BEM UI ini tim risetnya tidak baca apa yang dibuat pemerintah dalam menyajikan revisi UU ITE," ujarnya dalam Debat Terbuka yang dimoderatori Jurnalis Tempo Bagja Hidayat pada Senin (28/6/2021) malam melalui virtual.

Baca Juga: Tokopedia Dikabarkan Milik Asing, Benarkah?

Ade Armando menuduh tim BEM tidak memahami kritiknya sendiri. "Timnya BEM enggak mengerti dengan apa yang dia kritik. Pasal-pasal yang diajukan pemerintah justru pasal-pasal yang represif. Padahal, sama sekali tidak," ungkapnya.

Advertisement

Kendati demikian dia mengaku mendukung kebebasan berekspresi di mana negara tidak boleh campur tangan terhadap ruang gerak kebebasan berekspresi, dengan menyebut pernah mengkritik penangkapan Ahmad Dhani dan Jerinx.

Bukan Level BEM UI

Sebagai bagian dari kaum intelektual, kritikan dari mahasiswa seharusnya didasari dengan bukti yang benar menggunakan paper yang ilmiah atau diskusi. "Kalau cuma [posting King of Lip Service] seperti yang dibikin ini, sorry to say, enggak level-lah BEM UI. Enggak harus BEM UI, BEM manapun" tuturnya.

Sementara itu, lawan debatnya, Delpedro Marhaen dari Blok Politik Pelajar menyerang Ade Armando dengan mengatakan bahwa apa yang disampaikan dalam tweet-nya yang menyerang BEM UI dengan ungkapan "pandir" dan "menyogok masuk UI", justru berbeda dengan pernyataan pada saat debat terbuka.

Baca Juga: 33 Mutasi Covid-19 Diidentifikasi di Jakarta

Advertisement

"Omongan hari ini begitu kontradiktif. Mungkin ini salah satu bukti lip service juga ya," tuturnya.

Dia menjelaskan bahwa pemberangusan kebebasan akademik tidak hanya terjadi di UI, tetapi juga di universitas lainnya, seperti diskusi CLS UGM dan mahasiswa Unhas dikeluarkan atau drop out karena berdemo.

"Dipanggil ke kampus jam lima sore, terus pembubaran diskusi Papua, teror dalam diskusi pemakzulan presiden, dan sederet pemberangusan kebebasan akademik lainnya yang terjadi di rezim Jokowi, apakah itu gambaran yang ideal dengan teori kebebasan sipil dan demokrasinya," ungkapnya.

KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Solopos

Advertisement
Rahmat Wibisono - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif