by Tim Solopos - Espos.id News - Rabu, 2 Februari 2022 - 09:00 WIB
Esposin, SOLO -- Ulasan tentang perpindahan istana Mataram dari Keraton Kartasura ke Solo/Surakarta hingga perayaan Imlek di Kota Solo menjadi berita terpopuler di Esposin, Rabu (2/2/2022).
Perpindahan istana sebagai pusat pemerintahan merupakan hal yang umum terjadi sejak zaman keemasan berbagai kerajaan di Indonesia. Dalam catatan sejarah, Keraton Mataram Islam telah empat kali pindah.
Kerajaan yang didirikan Panembahan Senopati itu awalnya berada di Kotagede, DIY. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, keraton dipindah ke Kerto.
Baca Juga : Hari Ini Ada Pemeliharaan Jaringan, Listrik di Sragen Padam 3 Jam
Selanjutnya, keraton kembali dipindah ke Pleret setelah kegagalan penyerangan Sultan Agung ke Batavia pada 1628-1629. Dikutip dari situs cagarbudaya.kemendikbud.go.id, Selasa (1/2/2022), pada masa Amangkurat II, pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah Wanakerta yang kemudian disebut dengan Kartasura.
Perpindahan keraton ini dipicu beberapa pemberontakan yang membuat keraton hancur. Keraton di Plered hancur karena serangan pasukan yang dipimpin Trunajaya.
Akibat dari peristiwa itu pusat keraton Mataram di Plered kemudian dipindahkan ke Kartasura oleh Amangkurat II. Setelah Amangkurat II wafat, ia digantikan puteranya, yaitu Susuhunan Mas atau Amangkurat III (memerintah tahun 1703-1708).
Baca Juga : Ada Pemeliharaan Jaringan, Cek Pemadaman Listrik di Solo Sekarang
Pada masa pemerintahannya terjadi konflik suksesi antara Amangkurat III dan pamannya yaitu Pangeran Puger. Konflik dimenangkan Pangeran Puger yang merupakan adik Amangkurat II.
Setelah naik tahta Mataram ia bergelar Pakubuwono (PB) I, (memerintah tahun 1703-1719). Pengganti PB I adalah puteranya bergelar Amangkurat IV atau Susuhunan Prabu (memerintah tahun 1719-1727). Pengganti Amangkurat IV adalah puteranya yang bergelar Pakubuwono II (PB II).
Baca Juga : Gempa Magnitudo 6,2 Goyang Maluku
Dalam situasi genting ini, PB II awalnya berpihak kepada etnis Tionghoa dan warga pribumi. Akan tetapi, kekalahan pasukan mereka melawan serdadu Belanda pada awal 1742 membuat PB II membelot.
Dia pun kembali bersekutu dengan Belanda yang menyebabkan masyarakat China dan rakyat Mataram kecewa. Kelompok yang kecewa kemudian menyerang istana Mataram di Keraton Kartasura yang dipimpin Raden Mas Garendi atau Sunan Kuning.
Pasukan ini berhasil menguasai istana pada 30 Juni 1742. Dalam situasi genting ini PB II sebagai raja berhasil melarikan diri bersama putra mahkota didampingi Kapten Belanda bernama Johan Andries van Hogendorff menuju Ponorogo, Jawa Timur.
Baca Juga : Wacana Duet Prabowo-Muhaimin, Ini Komentar PKB
Penguasaan Mas Garendi atas istana Mataram di Kartasura tidak berlangsung lama. Sebab, pihak lain yaitu Cakraningrat IV berhasil merebut istana Kartasura. Akan tetapi, setelah Cakraningrat berhasil dibujuk Belanda, keadaan menjadi aman.
Pada November 1742, PB II dapat kembali ke Keraton Kartasura dan menduduki takhtanya. Namun akibat penyerangan sebelumnyam, Keraton Kartasura rusak berat. Dalam kepercayaannya, keraton yang sudah rusak dan jatuh ke tangan pihak lain tidak boleh dibangun kembali karena sudah kehilangan dimensi sakralitas.
Baca Juga : Kasus Covid-19 Jakarta Tertinggi, Jawa Barat Naik Dua Kali Lipat
Saat itu ada tiga opsi lokasi, yaitu Desa Kadipolo (sekarang Taman Sriwedari), Desa Sala (sekarang Keraton Surakarta), dan Desa Sasewu (sebelah barat Kecamatan Bekonang).
Akhirnya, Desa Sala dipilih sebagai pusat pemerintahan baru karena dianggap strategis. Apalagi lokasinya dekat dengan Sungai Bengawan Solo yang merupakan pusat perdagangan dan transportasi saat itu.
Setelah dipindahkan, pusat pemerintahan Mataram berubah nama menjadi Keraton Surakarta. Dikutip dari laman resmi Pemerintah Kota Solo, Selasa (1/2/2022), nama Sala diambil karena desa terpencil itu banyak ditumbuhi pohon sala.
Baca Juga : Spesialis Patologi UNS Solo: 90% Virus Beredar Saat Ini Varian Omicron
Letaknya tidak jauh dari Keraton Kartasura yang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Mataram. Istana baru Mataram ini kemudian ditambah berbagai bangunan sebagai pelengkap.
Bangunan-bangunan tersebut, seperti Masjid Agung, Sitihinggil, dan Pintu Srimanganti. PB II mendiami keraton baru ini hanya selama tiga tahun. Pada tahun 1749 PB II wafat. Ia digantikan putranya yang kemudian bergelar Pakubuwono III (PB III).
Selain ulasan tentang boyongan Keraton Mataram dari Kartasura ke Solo, ulasan lain tentang penutupan jalan Pasar Gede Solo, 5 makanan khas Solo ternyata warisan tionghoa, lampion shio macan di Balai Kota Solo ambruk, investor gugat Yusuf Mansur, pengeroyokan di Sriwedari Solo, profil Jonathan Natakusuma yang melamar Jessica Tanoesoedibjo, hingga asal usul Keraton Solo menjadi berita terpopuler di Esposin, Rabu (2/2/2022).
Baca Juga : Siap-Siap! Solo Great Sale Digeber Lagi Pertengahan Tahun Ini
Berikut 10 berita terpopuler di Esposin selama 24 jam hingga Rabu (2/2/2022):
Cerita Boyongan Keraton Mataram dari Kartasura ke Solo
Penutupan Jalan Pasar Gede Solo sampai 16 Februari, Ini Kata Warga
5 Makanan Khas Solo Ini Ternyata Warisan Tionghoa
Waduh! Lampion Shio Macan di Balai Kota Solo Ambruk, Ini Foto-Fotonya
Investor Moya Vidi Bakal Gugat Yusuf Mansur di PN Sleman
Kronologi Pengeroyokan di Sriwedari Solo, Warga Colomadu Jadi Korban
Lampion Shio Macan di Depan Balai Kota Solo Ambruk, Pengunjung Kecele
Pengeroyokan di Sriwedari Solo, 150 Polisi Terjun Tangkap 15 Pemuda
Lamar Jessica Tanoesoedibjo, Ini Profil Jonathan Natakusuma
Asal Usul Keraton Solo, dari Kartasura Rusak Jadi Surakarta