JAKARTA--Kisah wakil menteri (wamen) belum berakhir. Setelah menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK) kembali menggugat lewat Mahkamah Agung (MA).
Promosi UMKM Binaan BRI, Minimizu Bawa Keunikan Dekorasi Alam ke Pameran Kriyanusa 2024
GN-PK meminta wamen dihapus karena berbenturan dengan tugas Sekjen/Dirjen dan bertentangan dengan UU Kementerian Negara. "Kami meminta MA menyatakan Perpres No 60/2012 bertentangan dengan pasal 9 dan 10 UU Kementerian Negara. Dengan hapusnya Perppres maka hapuslah posisi wamen sekarang," kata ketua GN-PK, Adi Warman, saat mendaftarkan permohonan uji materi di gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (14/6/2012).
Adi juga meminta MA memerintahkan Presiden SBY mencabut Perpres dalam waktu maksimal 90 hari dari putusan MA. Jika tidak mencabut maka akan batal demi hukum. Adi optimistis permohonannya akan dikabulkan MA.
"Dan saya yakin tabrakan antar pasal UU dengan Perpres ini banyak. Cara pembentukannya tidak jelas dan dia tidak memahami perkembangan hukum dari MK. Kalau mau bikin wamen syaratnya harus membuat analisa pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan terlebih dahulu, baru membuat wamen. Di Perpres tadi tugas wamen berbenturan dengan Dirjen, Sekjen sehingga pasalnya tidak sinkron," papar Adi.
Adi memahami bahwa presiden mempunyai hak prerogratif membentuk wamen. Tetapi dia menilai ada masalah dalam pengangkatan wamen tersebut. "Kita cuma menggugat perpres, keppresnya tidak kita gugat karena kalau perpres dihapus, maka hapus juga wamennya," tandas Adi.
Seperti diketahui, akhir pekan lalu MK menyatakan wamen adalah hak prerogratif presiden. Namun MK menyatakan wamen adalah jabatan politis dan masuk dalam anggota kabinet. Alhasil, Presiden SBY kembali merevisi perpres dan keppres wamen sesuai putusan MK. Namun lagi-lagi perpres tersebut dinilai melanggar hukum sehingga GN-PK menggugat ke MA.