Esposin, JAKARTA -- PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk menegaskan bahwa perseroan tidak menggunakan beras bersubsidi sebagai bahan baku penjualan beras kemasan perseroan tersebut.
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
Sebelumnya, anak perusahaan Tiga Pilar Sejahtera, PT Indo Beras Unggul (IBU), disegel kepolisian karena diduga menggunakan beras medium bersubsidi tipe IR64 sebagai bahan baku pengepakan beras dalam kemasan berharga premium, yaitu beras Maknyuss dan Ayam Jago.
Direktur Tiga Pilar Sejahtera Food, Jo Tjong Seng, meminta masyarakat membedakan antara beras subsidi input dan beras subsidi output yang diberikan pemerintah kepada petani dan masyarakat bawah. Namun, dia tidak menampik bahwa proses produksi beras IR64 sejak penanaman disubsidi oleh pemerintah.
Subsidi input diberikan sejak awal proses pertanian berupa subsidi pupuk, benih, dan bantuan mesin sehingga biaya produksi petani menjadi lebih murah. Hasil pertanian lantas tetap akan dijual dengan harga pasar, tetapi petani memperoleh margin keuntungan lebih besar karena bantuan produksi.
Sementara itu, katanya, subsidi output merupakan subsidi yang diberikan pemerintah terhadap hasil produksi beras petani sehingga petani mendapat harga pantas. Pemerintah tetap bisa menjual beras dengan harga lebih rendah kepada masyarakat kelas bawah.
Dalam subsidi output, menurut Jo, pemerintah memberi subsidi atas selisih antara harga beli di petani dengan harga jual kepada masyarakat. Produksi beras tersebut dikenal dengan beras sejahtera atau rastra.
Jo Tjong Seng mengatakan bahwa perseroan tidak menggunakan rastra atau beras jadi hasil subsidi output yang siap masak sebagai bahan baku untuk penjualan beras kemasan dengan harga premium. Dirinya mengakui bahwa perseroan juga menggunakan beras tipe IR64 seperti yang disebutkan pihak berwajib.
Dia tidak menampik boleh jadi beras IR64 yang dibeli perusahaannya memang memperoleh subsidi input dari pemerintah kepada petaninya. Namun, beras tersebut diperoleh dari petani di pasar berupa gabah kering panen dan gabah kering giling dengan menggunakan mekanisme harga pasar yang bisa dibeli oleh siapa pun.
Dengan alasan itu, Jo membantah bahwa perseroan menggunakan beras bersubsidi untuk produksinya. Dirinya kembali beralasan bahwa standar mutu yang digunakan dalam industri beras selama ini untuk menentukan beras kualitas rendah atau tinggi adalah berdasarkan mutu fisik, bukan kandungan gizi, jenis atau varietas beras, maupun rasanya.
Oleh karena itu, katanya, tidak masalah menggunakan beras tipe IR64 sebagai bahan baku penjualan beras premium untuk masyarakat kelas menengah atas. “Jadi, IR64 atau apa pun bisa jadi beras medium atau premium, sepanjang diolah dengan standar parameter mutu fisik. Deskripsi mutu medium dan premium tidak ada hubungan dengan kandungan gizi dan varietas,” katanya, Selasa (25/7/2017).