Esposin, SLEMAN - Berkebun di atap rumah dilakukan Heni Wardatur Rohmah, pengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Aksara. Di atap rumahnya di Jalan Kaliurang Km 14 No. 15A, Tegalmanding, Umbulmartani, Ngemplak, Sleman, Heni bersama pamannya, Badrudin, membuat kebun di atap rumah. Kebun tersebut merupakan hasil terapan ilmu pertanian. Misalnya, teknik akuaponik yang perpaduan antara pertanian dan perikanan.
Promosi Kisah Klaster Usaha Telur Asin Abinisa, Omzet Meningkat Berkat Pemberdayaan BRI
Teknik akuaponik mengkombinasikan akuakultur dan hidroponik dalam lingkungan yang bersifat simbiotik.
Singkatnya, teknik ini memanfaatkan kotoran ikan yang dialirkan ke tabung media tanam menggunakan pompa. Air kolam yang mengandung kotoran ikan dimanfaatkan oleh tanaman sebagai nutrisi. Air kemudian disaring lagi dan dikembalikan ke kolam ikan di bawahnya. Perempuan 39 tahun itu menyebut tak semua tanaman dapat beradaptasi dengan sistem akuaponik.
Jika tanaman berhasil menumbuhkan akar saat ditempatkan di media, artinya sudah bisa menerima sistem tersebut.
“Kangkung termasuk tanaman yang cocok menggunakan sistem akuaponik,” kata dia, saat dihubungi Esposin, Jumat (8/7/2016). Heni mulai menanam sejak 2013 lalu.
Kali pertama ia menjajal berbagai jenis sayur seperti sawi, terong, kacang panjang, dan pare. Kemudian sejak 2015, Heni hanya menanam kangkung.
“Kami membikin rak vertikultur dari pralon, botol air mineral bekas, bambu, tempat cat dan sebagainya. Luas dak sekira 6x9 m, yang di bawah modul akuaponik sekitar 1x1,5 m. Ikan yang kami pelihara adalah jenis lele,” ungkap Heni. Selama ini hasil panen dimanfaatkan untuk kebutuhan sukarelawan dan yang berkegiatan di Taman Bacaan Mata Aksara.
Namun ke depan, pihaknya berkeinginan memanfaatkan kebun sebagai salah satu sumber ekonomi.
“Niat utamanya adalah mengajak warga sekitar untuk bercocok tanam dengan memanfaatkan lahan yang ada. Bagi kami ini menarik karena bisa mengajak masyarakat untuk kembali bercocok tanam di dekat rumah dan bertanam yang sehat lewat pertanian organik,” kata Heni.
Ia mengurai biaya yang dikeluarkan untuk perawatan adalah biaya listrik pompa air. Di samping itu modal awal pembuatan vertikultur dan akuaponik, serta biaya pembuatan kolam ikan dan pembibitan tanaman.
“Hama yang menyerang paling semut dan kutu putih. Kami mengatasinya dengan efektif mikroorganisme kreasi sendiri. Sering saja melakukan pengamatan dan pengecekan. Membuat perlindungan paranet agar sinar matahari tidak langsung kena tanaman,” tandasnya.