Harianjogja.com, JOGJA-Desakan dari akademisi di DIY memperbesar tekanan publik terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat. Beberapa waktu lalu, 54 akademikus dari berbagai universitas di Indonesia juga mendesak Arief untuk segera mundur dari Ketua MK.
Promosi Lestarikan Warisan Nusantara, BRI Dukung Event Jelajah Kuliner Indonesia 2024
Arief sudah berkali-kali kali dilaporkan ke Dewan Etik MK karena diduga melobi anggota DPR agar kembali dipilih menjadi Ketua MK. Laporan terakhir adalah pada Rabu kemarin oleh Majelis Antikorupsi Pemuda Muhammadiyah. Arief kembali terpilih sebagai hakim konstitusi berdasarkan hasil uji kepatutan dan kelayakan pada 6 Desember 2017.
Sementara, dari hasil putusan dewan etik sebelumnya, Arief dijatuhi sanksi ringan karena terbukti bertemu dengan sejumlah pimpinan Komisi III DPR sebelum perpanjangan masa jabatan hakim MK pada November 2017. Sementara dugaan lobi-lobi politik yang dituduhkan pada Arief dinilai tak terbukti.
Baca juga : Ketua MK Dituntut Mundur Akademikus DIY
Arief dua kali mendapat sanksi etik berupa teguran lisan dari Dewan Etik MK. Pada 2016 lalu, Arief Hidayat pernah mendapatkan sanksi etik berupa teguran lisan dari Dewan Etik MK karena membuat surat titipan atau katebelece kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono untuk membina kerabatnya.
Selasa (20/2/2018), Arief juga dilaporkan ke Dewan Etik MK oleh Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) karena mengomentari perkara yang sudah diputus MK, yakni putusan MK No.46/PUU-XIV/2016.
Sebelumnya, Arief menepis anggapan menjalankan lobi-lobi dengan Komisi III DPR. Dia mengaku bertemu dengan anggota DPR di suatu hotel untuk membicarakan penyusunan jadwal uji kepatutannya sebagai calon Hakim MK.