Esposin, JAKARTA -- Pemerintah mengestimasi kekayaan warga negara Indonesia yang saat ini berada di luar negeri mencapai US$250 miliar atau sekitar Rp3.250 triliun. Angka ini jauh dari estimasi awal lebih dari Rp11.000 triliun.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
Data tersebut dipakai Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat mewakili Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang uji materi terhadap Undang-Undang (UU) No. 11/2016 tentang Pengampunan Pajak di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (20/9/2016).
Data yang diambil dari studi salah satu konsultan internasional yang cukup kredibel ini, paparnya, mencakup kekayaan high net worth individual. Pasalnya, banyak wajib pajak Indonesia yang menempatkan harta dan asetnya di berbagai negara yang dikenal sebagai tax haven.
Dari jumlah tersebut, sekitar US$200 miliar atau Rp2.600 triliun tersimpan di negara tetangga, Singapura. Sekitar US$50 miliar atau Rp650 triliun tersimpan dalam bentuk non investable asset, seperti real estate. Sisanya, yakni US$150 miliar atau Rp1.950 triliun dalam bentuk investable asset seperti deposito, surat berharga, dan saham.
“Ini belum termasuk data dari dana serta harta yang disimpan di negara atau yuridiksi lainnya, seperti Hong Kong, Macau, Labuan, Luxemburg, Swiss, dan negara-negara tax haven lainnya, termasuk Panama,” katanya.
Fakta ini dibawa pemerintah sebagai bagian dari latar belakang adanya kebijakan pengampunan pajak. Data tersebut menjadi salah satu penyebab tax ratio Indonesia yang dalam satu dekade terakhir belum optimal dan tidak lebih dari 12%.
Selain itu, rendahnya tax ratio juga diakibatkan kepatuhan wajib pajak (WP) yang masih rendah dalam kaitannya dengan pelaporan kewajiban perpajakan. Data Ditjen Pajak (DJP) pada 2015 menunjukkan WP yang terdaftar memiliki kewajiban penyampaian surat pemberitahuan (SPT) sebanyak 18 juta. Namun, realisasi penyampaian SPT pada tahun itu hanya 10,8 juta.
“Bahkan kalau kita hitung dari jumlah pekerja di Indonesia dan dikurangkan mereka yang memiliki pendapatan tidak kena pajak, kami masih menganggap 10,8 juta SPT ini masih sangat kecil,” jelasnya.
Pada saat yang bersamaan, kewenangan yang dimiliki pemerintah--dalam hal ini DJP--untuk mengakses data perbankan sangat terbatas. Pemerintah, sambungnya, memiliki kendala dalam mengawasi aktivitas perekonomian di sektor informal serta mencegah keluarnya modal (capital flight) karena adanya kebijakan kerahasiaan bank.