Esposin, JAKARTA -- Pengacara kondang yang menjadi tersangka, Otto Cornelis (OC) Kaligis kembali akan diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap hakim PTUN Medan hari ini. Namun, OC Kaligis melawan.
Promosi Dukung Perkembangan Industri Kreatif, BRI Gelar Kompetisi Creator Fest 2024
Rencana pemeriksaan tersebut disampaikan Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, di Jakarta, Jumat (31/7/2015). "OCK diperiksa sebagai tersangka," tuturnya.
Kali ini, OC Kaligis pun kembali menolak panggilan untuk diperiksa penyidik KPK sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Seperti biasa, penolakan pemeriksaan itu diiringi surat pernyataannya yang ditulis dari dalam Rumah Tahanan (Rutan) Pomdam Guntur Jaya KPK. Dalam surat yang ditulis Kaligis, dirinya berdalih tengah sakit dan tensi darahnya kembali naik, sama seperti dalihnya untuk menghindari pemeriksaan sebelumnya.
"Saya kembali mau dijemput paksa! Saya menolak, karena sejak malam takbiran s/d hari ini tensi saya sekitar 190-195/90-100. Dokter KPK sudah menganjurkan ke dokter spesialis, tetapi tidak dikabulkan," tutur OC Kaligis dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (31/7/2015).
Dalam keterangan tertulisnya, OC Kaligis menuding pemeriksaan yang akan dilakukan KPK terhadap dirinya merupakan pelanggaran hak azasi manusia (HAM) dan melanggar hukum global atau hukum nasional sesuai KUHAP. "Pemeriksaan dalam tekanan pun dilarang KUHAP sekarang KPK yang super power menabrak semua itu dan konvensi HAM international," tukasnya.
Dalam pengembangan kasus tersebut, OC Kaligis sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a dan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b dan atau pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001 jo pasal 64 ayat 1 dan pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana, pasal tersebut sebagai pemberi suap.
Selain OC Kaligis, KPK juga menetapkan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan isterinya Evi Susanti sebagai tersangka dan dijerat dengan pasal 6 ayat 1 huruf a dan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b dan atau pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001 jo pasal 64 ayat 1 dan pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana, pasal tersebut sebagai pemberi suap.