Solo (Espos)--Sekitar 50% dari 278 unit angkutan kota (Angkuta) di Kota Solo dipastikan ngandang dan tidak dioperasikan lantaran sepi penumpang.
Demikian disampaikan Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Solo, Joko Suprapto, saat ditemui wartawan, di ruang kerjanya, Jumat (17/12). "Memang tidak secara resmi. Tetapi, lihat di jalan-jalan saja kan sudah bisa dibaca, kalau Angkuta yang sekarang beroperasi hanya tinggal separuhnya saja," tutur Joko.
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Menurutnya, bisnis Angkuta saat ini kian terpuruk. "Penumpang semakin sepi, tetapi biaya operasional terus membengkak." Setidaknya, lanjut Joko, hal ini sudah dirasakan sejak lima hingga enam tahun terakhir. "Tetapi, saat ini makin memrihatinkan. Beberapa Angkuta saya juga ada yang terpaksa saya kandangkan."
Paling signifikan, penyebab lesunya bisnis Angkuta adalah bertambahnya kendaraan roda dua dan roda empat pribadi yang tumbuh sangat signifikan belakangan ini.
Selain dikandangkan, lanjutnya, saat ini juga ada kecenderungan dari pengusaha untuk mengubah pelat kuning menjadi pelat hitam, kemudian merombak body Angkuta menjadi mobil bak terbuka dan akhirnya disewakan karena dinilai lebih menguntungkan.
Sementara itu, terkait wacana pembatasan bensin bersubsidi, pihaknya meminta kepada pemerintah agar teknis pembatasannya bisa menjamin keberlangsungan bisnis kendaraan pelat kuning ini.
Baik untuk Angkuta maupun untuk taksi. "Karena sebelumnya sudah pernah ada wacana, angkutan pelat kuning khususnya taksi tidak akan dapat jatah BBM bersubsidi. Biar bagaimanapun, bisnis ini harus tetap dapat subsidi. Entah dengan subsidi tunai atau dengan tetap mendapatkan BBM bersubsidi meskipun dengan sistem kuota trayek."
Kejelasan sistem distribusi BBM bersubsidi bagi kendaraan pelat kuning ini, diharapkan bisa mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Yakni pasar gelap. "Siapa tahu Angkuta-Angkuta itu lebih memilih ngangsu BBM, daripada bawa penumpang. Itu kan bisa saja terjadi, jika pemerintah tidak mengantisipasi dari sekarang."
Dipasangi RFID
Terpisah, pemerintah berencana memasang alat pendeteksi berupa Radio Frequency Identification (RFID) yang akan memberikan sinyal jika ada angkutan umum pelat kuning yang membeli BBM subsidi melewati batas wajar.
"Dulu kan sempat diusulkan pakai smartcard, tapi kalau sekarang rencananya pakai RFID ini. Jadi nanti ditaruh di mobil (pelat kuning) dan dikasih melalui pihak kepolisian rencananya," ujar Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), Evita Herawati Legowo.
Evita mengatakan penggunaan RFID tersebut agar memudahkan proses pengawasan, karena takut ada praktik-praktik tak wajar dilakukan oleh angkutan umum pelat kuning.
haw/dtc